DPR Desak Kemenkes Segera Selesaikan Berbagai Kasus Malpraktek
Komisi IX DPR RI mendorong dan mendesak pihak Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, untuk segera memutuskan berbagai kasus dugaan kelalaian medik (malpraktek)yang terjadi dengan seobjektif mungkin dan memberikan sanksi kepada tenaga kesehatan di rumah sakit dan kepada rumah sakit,sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian salah satu keputusan rapat dengar pendapat Komisi IX dengan Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) KemenkesSupriyantoro, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), KKI, Dirut RS Medika Permata Hijau Jakarta, Dirut RS Ibu dan Anak Dedari Kupang dan Dirut RS Santa Elisabet Medan di Ruang Rapat Komisi IX, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/1)
“Komisi IX juga mendesak pihak Kementerian Kesehatan RI dan Konsil Kedokteran Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap prosedur bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keluhan tentang kasus dugaan kelalaian medik yang dialaminya. Termasuk dengan melakukan up date data di website KKI,” kata Wakil Ketua Komisi IX Novariyanti Yusuf yang memimpin rapat tersebut.
Rapat yang dihadiri pula orangtua pasien RS Medika Permata Hijau, Muhamad Yunus dan orangtua pasien RS Dedari Kupang, Johnson Dethan dan Many Lynn, mendesak Kemenkes untuk meningkatkan pengawasan terhadap rumah sakit sesuai dengan amanat Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit untuk meminimalisir kasus kelalaian medik di masa yang akan datang.
Selain itu, dalam rangka reformasi pelayanan kesehatan, Komisi IX DPR RI meminta Kemenkes, IDI dan KKI untuk merumuskan strategi. Hal ini dimaksudkan agar kualitas tenaga kesehatan, infrastruktur, manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan.
“Terkait adanya dugaan malpraktek di RS Medika Pernata Hijau, RS Ibu dan Anak Dedari dan RS Santa Elisabet, kami minta laporan tertulis dari Kemenkes terhadap proses yang sudah dicapai maupun perkembangan penyelesaian kasus-kasus tersebut,” tegas Nova.
Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, Selasa (15/1) membahas mengenai malpraktek yang akhir-akhir ini kembali mencuat dan meresahkan masyarakat. Kali ini, Komisi IX membahas tiga kasus dugaan malpraket, yaitu :
1. Raihan bocah 10 tahun yang diduga menjadi korban Rumah Sakit Permata Hijau, Jakarta.
Raihan bocah 10 tahun yang diduga korban malpraktik dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta sampai hari ini masih lemah tak berdaya di tempat tidur ruang perawatan Paviliun Kartika Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.
Raihan yang masih duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar awalnya Raihan mengakui sakit perut biasa lalu dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta oleh ibunya.
Setelah mendapatkan penangan awal di IGD Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Jakarta dan dimasukkan ke ruang rawat inap anak di lantai 5 Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH).
Dokter spesialis Anak yang melakukan kunjungan pertama pada Raihan dan melakukan diagnosa awal dan menduga Raihan mengalami usus buntu akut.
Orangtua Raihan lalu melakukan konsultasi ke dokter Bedah Umum dan mendapatkan penjelasan bahwa penyakit yang diderita oleh Raihan adalah usus buntu dan disampaikan secara mendesak agar segera dilakukan tindakan operasi.
Orangtua Raihan tidak langsung menyetujui tindakan operasi tersebut dan meminta kepada dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti dilakukannya USG untuk melihat kebenaran dugaan tersebut, namun dokter tersebut menyatakan kalau tindakan itu tidak perlu dilakukan.
Dokter yang menangani menganggap kalau itu hal biasa dan sering dilakukan olehnya.
Setelah menerima keyakinan dari dokter dan harapan terbaik untuk Raihan, operasi pada Raihan tetap dilakukan. Yang terlibat dalam operasi itu adalah dokter bedah umum dan dokter anastesi.
Setelah hampir dua jam, orangtua Raihan yang waktu diwakilin oleh ibunya Oti, dipanggil ke dalam ruangan operasi untuk melihat Raihan yang sudah dalam keadaan kritis dan terkulai tidak sadarkan diri tanpa adanya pertolongan yang maksimal.
Pihak keluarga akhirnya menyangsikan kelengkapan peralatan yang ada di ruangan operasi tersebut.
2. Kisah bayi ED asal Kupan yang meninggal dikarenakan tranfusi darah yang terburu-buru
Malpraktik juga terjadi pada bayi ED yang masih berusia 10 bulan. Bayi ED merupakan anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan.
Kejadian yang menimpa ED terjadi pada bulan Februari 2012.
Waktu ED mengalami sakit. Setelah menunggu selama 1 hari, ED dibawa ke dokter oleh Johnson dan Many Lynn. Tapi, dokter yang memeriksa ED beranggapan kalau ED hanya terkena pilek dan flu biasa dan dokter memberikan ED obat yang ia racik sendiri.
Walau pun sudah diberikan obat, ED belum juga sembuh. Bahkan, ada bercak darah keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, ED mengalami muntah-muntah.
Karena anaknya yang tak kunjung sembuh, ED dibawa oleh Johnson ke dokter dan meminta dokter untuk memeriksa keadaan apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya.
Setelah diperiksa, ED dinyatakan terkena disentri oleh dokter tersebut. Karena ED tidak dapat meminum ASI dari ibunya, Johnson dan istri mendesak dokter untuk membawa ED ke rumah sakit.
Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus.
Lalu, ia membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi.
Dokter itu lalu menelepon dokter bedah, dr. D, untuk memeriksa anaknya. Lalu dokter tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi.
Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau disentrilah yang menyebabkan invaginasi.
Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut.
Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri.
Pihak keluarga meminta agar anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang.
Istrinya sempat menanyakan apakah di rumah sakit tersebut ada ruang ICU nya atau tidak, dokter malah mengatakan kalau ia biasa melakukan hal itu.
Pada saat di rumah sakit, anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya, menurut tes golongan darah di Prodia, anaknya memiliki darah dengan golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.
Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukanlah operasi. Tiba-tiba saja HB bayi ED turun dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster dengan cara injeksi.
Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Padahal infus saja dilakukan harus pelan-pelan apalagi ini transfusi darah. Semuanya harus dilakukan pelan-pelan.
Setelah selesai melakukan tindakan itu, mata anaknya terbalik. Dan ternyata benar, anaknya meninggal di tempat dan keluar darah dari mulut.
Sangat disayangkan, tak ada dokter jaga di rumah sakit. Lalu ia berusaha menghubungi dokter rumah sakit tersebut.
3. Ibu MS asal Medan yang cacat seumur hidup setelah melakukan operasi pengangkatan rahim di sebuah rumah sakit yang ada di Medan
Pada bulan Mei 2009 ibu MS melakukan operasi pengangkatan rahim oleh seorang dokter obstetri dan ginekologi atas indikasi penderahan pevagina di rumah sakit Elisabeth Medan. Pada waktu dilakukan operasi terjadi kesulitan karena ada perlengkatan dari organ yang angkat diangkat dengan jaringan di sekitarnya.
Karena kesulitan operasi, maka pada waktu operasi terjadi cedera atau robekan buli-buli atau kantung kencing. Kemudian kantung kencing itu diperbaiki atau dijahit kembali oleh seorang spesialis urologi. Karena robekannya cukup besar, setelah selesai diperbaiki masih terjadi kebocoran pada hari ke-8 mengalami bocor kembali.
Dan ternyata hasil patologi dari rahimnya adalah kanker. Kemudian penderita pergi berobat ke rumah sakit yang ada di Jakarta kemudian dilakukan saluran ureternya di keluarkan ke kulit ke perut.
Penderita kemudian melaporkan kasus ini ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) lalu ditindaklanjuti oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Setelah melakukan beberapa kali persidangan lalu diputuskan untuk mencabut surat tanda registrasi dokter obstetri dan ginekologi nya selama dua bulan dan itu sudah ditindaklanjutin oleh rumah sakit.
Kemudian pada bulan Agustus 2012 penderita melaporkan hal ini ke Pengadilan Negeri Medan secara perdata dan sampai saat ini proses di Pengadilan Negeri Medan masih berlangsung belum ada putusan. Penderita juga melaporkan ini ke DPR. (sc)foto:wy/parle