Komisi IX Dukung Reformasi Pelayanan Kesehatan
Terkait banyaknya kasus dugaan malpraktek yang terjadi di beberapa rumah sakit di Indonesia yang berujung pada kematian pasien, Komisi IX DPR RI mendukung adanya reformasi pelayanan kesehatan.
Hal tersebut mencuat saat rapat dengar pendapat Komisi IX dengan Dirjen Bina Usaha Kesehatan (BUK) Kemenkes, Ketua Umum IDI, Ketua Umum Konsil Kedokteran Indonesia, Dirut RS Medika Permata Hijau, RS Ibu dan Anak Dedari Kupang dan Dirut RS Santa Elisabet Medan di ruang rapat Komisi IX, Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Selasa (15/1)
Anggota Komisi IX DPR RI, Endang Agustini Syarwan Hamid (F-PG) menyatakan, bahwa sudah terdapat banyak permasalahan-permasalahan yang muncul pada pelayanan kesehatan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia yang tidak kompeten, ada yang terjadi tiga tahun lalu, dua tahun lalu maupun setahun lalu tapi semua tidak ada bedanya. Semuanya sama, proses penyelesaiannya sama-sama lama.
Endang menyarankan kepada Dirjen BUK Kemenkes, agar beberapa kasus yang ada sebelumnya diselesaikan terlebih dulu proses hukumnya. “Kalau perlu, dokter-dokter yang melakukan tindakan tersebut tidak perlu bekerja dulu,” tegas Endang.
Ia mempertanyakan kedudukan dan keberadaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam pekerjaannya menyelesaikan permasalahan-permasalahan pelayanan kesehatan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. “Apabila Ikatan Dokter Indonesia ini sebagai lembaga profesi dokter mumpuni seharusnya ketika pada rapat dengar pendapat sebelumnya terkait kasus ini bicara kepada kami untuk menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka reformasi pelayan kesehatan ini.
Menurutnya, baik Ikatan Dokter Indonesia dan lembaga-lembaga profesi kedokteran lainnya sistemnya tidak ada yang berjalan sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga tersebut, tidak pernah melakukan sosialisasi yang semestinya. Apa yang disosialisasikan hanya seputar isu rumah sakit saja, atau mengenai dokternya yang hebat dan alat-alat rumah sakit yang canggih. Padahal menurut Endang, yang seharusnya disosialisasikan ke masyarakat itu adalah mereka sebagai pasien memiliki garansi atau hak perlindungan.
Anita Yakoba Gah (F-PD) menyatakan, bahwa sudah saatnya ada komitmen tertulis dan rekomendasi yang tegas dari pemerintah dalam hal ini Dirjen BUK terkait rumah sakit yang tersangkut kasus.
Menurutnya apabila dalam kenyataannya rumah sakit bersangkutan salah maka harus dinyatakan salah kalau perlu harus ada punishment. “Supaya ini kita benar-benar terjadi reformasi, kalau tidak hal ini akan terulang kembali,” tegas Anita.
Ia menambahkan agar sekiranya sistem teman sejawat agar tidak dikedepankan, jangan sampai karena sesama dokter maka dokter yang salah dibela. “Kita semua manusia, dokter juga manusia. Namun kita semua sama-sama memiliki Tuhan yang hanya satu dimana Tuhan melihat anda adalah dokter. Akan tetapi, apabila anda tidak jujur maka suatu saat Tuhan bisa membalas dengan cara-Nya sendiri,” paparnya.
Menyambung pernyataan Endang dan Anita, politisi F-PAN Hang Ali Saputra Syah Pahan sangat menyayangkan permasalahan pelayanan kesehatan ini berulang terus. Ia mempersoalkan apakah karena salah satu kasus yang terjadi ini ada yang menyangkut warga negara asing sehingga pihak-pihak yang terkait kasus ini saling ribut. “Namun, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang tidak mampu, yang selama ini tidak bisa ribut dan tidak bisa terungkap permasalahannya?” tanyanya.
Namun menurutnya, kematian seseorang dalam hal ini seorang pasien memang adalah sebuah takdir, akan tetapi proses menuju kematiannya yang perlu dipersoalkan. “Jangan sampai karena dokter setiap hari menghadapi pasien yang meninggal maka dokter-dokter sekalian sudah beku rasa empatinya,” singgung Hang.(sc/de)/foto:iwan armanias/parle.