Outsourching Menjadi Sorotan Komisi IX DPR RI
Komisi IX DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/1). Dalam acara yang dipimpin Ketua Komisi Ribka Tjiptaning, sejumlah anggota dewan mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan dengan kinerja kemenakertrans selama ini.
Hal pertama yang cukup menjadi catatan penting anggota dewan adalah tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 19 tahun 2012 tentang Outsourching atau Alih Daya.
Meski Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan, ketidakpastian pekerja dengan sistem kontrak, termasuk outsourching, telah melanggar konstitusi, namun melalui Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 dimana ada stagnasi perbedaan jenis-jenis pekerjaan yang diperbolehkan melakukan sistem outsourching.
“Pelaksanaan Permenakertrans ini tidak jelas, penerbitan ijin berlakunya perusahaan outsorching harus dikembalikan kepada pusat. Ketidakjelasan ini akan menimbulkan resistensi buruh dikemudian hari,” jelas Dinajani Mahdi, anggota Komisi IX DPR RI dari FPD. Oleh karenanya Dina mempertanyakan, bagaimana mekanisme kontrol pusat kepada daerah, itu yang harus dipikirkan oleh Kemenakertrans.
Hal kedua adalah tentang adanya perbedaan Upah Minimum Propinsi (UMP), hal ini bukan tidak mungkin akan menimbulkan kecemburuan pada buruh. Menurut Heryanto, Anggota Komisi IX (F-PD), Perbedaan UMP perlu dikaji ulang oleh Kemenakertrans, karena akan menimbulkan kecemburuan pada buruh. Naiknya UMP dan Upah Minimum Regional (UMR) bukan berarti pihak perusahaan berhak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk mengatasi meningkatnya jumlah pengeluaran perusahaan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa UMR telah dirumuskan dan ditetapkan berdasarkan tingkat kehidupan yang layak. Namun berapa jumlah yang disepakatinya adalah berdasarkan keputusan masing-masing Gubernur atau Kepala Daerah. Untuk DKI sebesar Rp 2,2 juta dan daerah lain sebesar Rp 1,8 juta.
“Saya setuju naiknya UMR dan UMP bukan berarti adanya PHK di perusahaan. Karena angka UMP dan UMR itu bukan berasal mengurangi jumlah atau cost operasional melainkan efisiensi atau penghematan biaya produksi,” jelas Muhaimin.
Hal yang tidak kalah penting yang menjadi topik bahasan rapat kerja Komisi IX DPR-RI dengan Kemenakertrans adalah masalah TKI. Berapa jumlah TKI, baik yang sudah dihukum mati maupun yang terancam dihukum mati di negara lain. Apa saja yang sudah dilakukan Kemenakertrans untuk masalah tersebut.
Keppres Nomor 15 Tahun 2011 tidak hanya melindungi TKI tentang hukum melainkan juga tentang upah yang kurang atau permasalahan TKI lainnya. Bagaimana pelaksanaan dari Keppres tersebut oleh Kemenakertrans?
Sementara Arif Minardi (F-PKS) menyoroti masalah konflik tanah yang terjadi pada transmigran (pendatang) dengan penduduk lokal atau penduduk asli daerah. Dijelaskan Arif, bahwa dirinya menemukan permasalahan ini terjadi hampir di setiap daerah transmigran, salah satunya Jambi, daerah yang pernah ia datangi saat kunjungan kerja beberapa waktu yang lalu.
Arif meminta kemenakertrans untuk lebih memperhatikan hal tersebut. Agar konflik-konflik yang menyangkut perebutan lahan transmigran tidak lagi terjadi. (Ayu,sc), foto : wahyu/parle/hr.