PPATK Perlu Sosialisasi LHA Tidak Otomatis Korupsi
Komisi III DPR RI menilai PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) perlu mensosialisasikan kepada publik Laporan Hasil Analisa (LHA) transaksi keuangan mencurigakan tidak bisa serta merta dianggap tindak pidana atau korupsi. Temuan tersebut menurutnya masih merupakan laporan awal yang perlu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, KPK, kepolisian dan kejaksaan.
"UU TPPU yang mengamanatkan pendirian PPATK termasuk baru. PP-nya juga belum semua selesai. Kita maklumi masih banyak masyarakat awam belum paham apakah LHA termasuk hasil penyidikan atau penyelidikan. Masyarakat menganggap transaksi mencurigakan sudah dianggap ada pidana, ada korupsi. Ini perlu sosialisasi ke publik," kata anggota Komisi III dari FPDIP M. Nurdin dalam RDP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/1/13).
Hal senada disampaikan anggota Komisi III dari FPAN Yahdil Abdi Harahap yang menyebut sejauh ini publik lebih banyak mendengar laporan hasil analisis. Sedangkan laporan hasil verifikasi yang menyatakan tidak terbukti adanya tindak pidana dari transaksi tersebut kurang dipublikasikan. Baginya perlu ada satu kesatuan kesimpulan yang disampaikan ke publik agar muncul pemahaman yang benar.
Sementara itu anggota Komisi III dari FPKS Indra mempertanyakan sejauh mana LHA yang telah dilakukan PPATK ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Pantauannya sejauh ini belum banyak kasus korupsi berhasil diungkap dari hasil temuan awal PPATK. "Tahun 2011 ada 276 dari puluhan ribu transaksi yang diungkap, tentu ini melewati penyaringannya cukup ketat tetapi kenapa pengungkapan korupsi dari LHA tidak optimal. Kenapa terkesan aparat penegak hukum tidak serius menindaklanjutinya, political will lemah atau laporan PPATK tidak valid?" tandasnya.
Menjawab hal ini Kepala PPATK Muhammad Yusuf menjelaskan sampai bulan Desember 2012 telah disampaikan 2149 LHA transaksi keuangan mencurigakan kepada aparat penegak hukum. Sejauh ini yang telah mendapat feedback sebanyak 1225 atau sekitar 50 persen dari seluruh temuan dengan beragam penjelasan, ada yang menyebut sedang ditelaah, akan melakukan penyelidikan, bahkan ada yang menyatakan penghentian penuntutan.
Ia juga memaparkan mayoritas transaksi mencurigakan cendrung dilakukan tunai sehingga perlu dilakukan upaya pembatasan. "Saya sudah berkomunikasi dengan Bank Indonesia dan Menkeu agar dilakukan pembatasan transaksi tunai. Kita juga sudah mengirim masukan ke Baleg agar mengaturnya dalam revisi UU Keuangan Negara. Perlu pasal pembatasan transaksi tunai. Kalau ini bisa dilaksakan setiap orang yang bertransaksi bisa kita lacak, kalau cash susah," ungkapnya.
RDP dengan PPATK yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsudin berakhir dengan 2 kesimpulan. Meminta PPATK untuk meningkatkan kerja sama dengan instansi/kementrian yang banyak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan dugaan tindak pidana tertentu. Komisi III mendesak PPATK menjaga kerahasiaan hasil analisis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (iky)