Pemerintah Harus Benahi Bunga Kredit, Bukan Redenominasi
Pro Kontra terkait Redenominasi semakin menguat di Komisi XI DPR, sejumlah anggota mendukung adanya redenominasi namun sebagian juga ada yang menolak, dan beralasan bahwa masih ada persoalan sektor keuangan yang mendesak harus diselesaikan oleh Pemerintah.
"Pemerintah sebaiknya menuntaskan persoalan tingginya suku bunga kredit perbankan nasional yang saat ini membebani sektor usaha dan masyarakat," ujar Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait, kepada wartawan baru-baru ini.
Menurutnya, bunga kredit di Indonesia sangat tinggi, seharusnya bunga kredit itu bisa membantu dan mendorong pengusaha yang dampaknya bisa meningkatkan perekonomian Indonesia.
"hal yang perlu dituntaskan pemerintah adalah azas resiprokal atau kesetaraan terhadap perlakuan perbankan asing di Indonesia. "Perbankan nasional khususnya BUMN masih dibatasi bahkan dipersulit untuk ekspansi di luar negeri, sedangkan Bank Asing mudah berekspansi di Indonesia," paparnya.
Maruarar mempertanyakan seharusnya UU Perbankan di revisi khususnya terkait soal kepemilikan asing ini bukannya soal Redenominasi. "Pemerintah banyak resiko bila memaksakan program redenominasi saat ini seperti biaya percetakan, sosialisasi yang lama, belum lagi kerumitan yang akan dibuat," ujarnya.
Sementara Pengamat Ekonomi Rizal Ramli mengatakan, Redenominasi ini merupakan paksaan inflasi karena daya beli golongan menengah ke bawah akan terpotong dengan adanya kenaikan harga setelah mata uang baru diterbitkan.
"Misalnya, untuk sebungkus kacang goreng seharga Rp 800 saat ini kelak dengan uang baru harganya disesuaikan menjadi Rp. 1 artinya adaa inflasi sebesar Rp. 200 mata uang sekarang," ujarnya.
Menurutnya, inflasi yg dipaksakan inilah yang akan terjadi serentak setelah pemberlakuan redenominasi. "Untuk golongan menengah atas, rupiah baru memang lebih nyaman. Mereka bsa membawa uang tunai 10 juta saat ini dengan hanya 10 ribu saja," katanya.(si)/foto:iwan armanias/parle.