Dewan Khawatir PMI Sepeninggal Jusuf Kalla
Komisi IX DPR RI mengkhawatirkan keberadaan Palang Merah Indonesia (PMI) sepeninggal Jusuf Kalla nantinya. Kekhawatiran ini dikemukakan oleh Anggota Komisi IX saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla beserta jajarannyayang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf, di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Rabu (6/2)
Hernani Hurustiati(F-PG) memberikan apresiasi terhadap kinerja lembaga PMI. “Saya mengapresiasi kinerja lembaga PMI, terlebih kinerja dari Bapak Jusuf Kalla sebagai Ketua Umumnya yang selalu dengan sigap turun langsung apabila terjadi bencana tidak hanya di DKI Jakarta juga di berbagai daerah,” paparnya.
Namun demikian, Ia menyatakan kekhawatirannya akan penganggaran PMI sendiri dalam penyelenggaraan fungsi dan kerja serta pemenuhan alat kelengkapan kerja. Pasalnya, tidak ada pendanaan atau penganggaran langsung PMI dari pemerintah terlepas dari bantuan-bantuan yang terkadang diberikan oleh Kementerian Kesehatan secara langsung.
“Tadi bapak bilang kalau banyak masyarakat ataupun perusahaan yang membantu, menurut saya ini karena sudah banyak orang yang mengenal bapak. Saya kasihan nanti Ketua PMI yang akan datang tidak seperti bapak. akan bagaimana PMI nantinya?” tanya Hernani.
Hernani menyatakan, apabila diperlukan Komisi IX akan meminta pemerintah untuk mengalokasikan dana khusus untuk PMI melalui APBN/APBD. Sebab, anggaran yang diperlukan itu selain untuk pembiayaan alat kelengkapan PMI, juga untuk menggaji karyawan-karyawan di PMI.
Berbeda dengan Hernani, Zulmiar Yanri(F-PD)mengungkapkan kekhawatirannya terkait masalah kelembagaan PMI kedepannya. Terkait dengan RUU Palang Merah, Zul mempertanyakan bentuk kelembagaan PMI yang cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Menurut Zulmiar, PMI adalah organisasi lembaga sosial yang bergerak di bidang kemanusiaan. Tetapi dalam UU Kesehatan dikatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas darah melalui alokasi APBN/APBD. Sehingga disini terjadi ambiguitas, sebab dikatakan pemerintah bertanggung jawab namun PMI bukanLembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan(LPMK) dan bukan lembaga dibawah pemerintah manapun.
“Sekarang ini ketua umumnya bapakyang sudah banyak pengalaman dan dermawan, sehingga banyak masalah-masalah di PMI yang bisa ditanggulangi tanpa bantuan dari pemerintah. Hanya ke depan, tentu kita harus mempunyai suatu lembaga yang mantap, pendanaan yang mantap sehingga akuntabilitas dan keuangannya juga diketahui oleh masyarakat. Sekarang ini berhubung bapak adalah ketuanya maka apabila ingin menerobos saja, bisa bahkan kalau masalah pendanaan yang keluar dari pribadi itu mungkin bisa. Namun, kedepannya ini tentu tidak bisa.” tambah Zul.
Sementara itu, Poempida Hidayatullah (F-PG) mengatakan bahwa terkait penganggaran dari pemerintah, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Baik dari segi pembuatan payung hukum ataupun pengalokasian. Sebab kata Poempida, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) untuk ini.
“Pemeritah daerah ataupun pemerintah pusat bisa senantiasa bekerja sama dengan LSM manapun jugadan dimanapun juga,tinggal PPnya saja ini yang dipertajam, kira-kira terkait pertanggung jawaban sebuah LSM yang mendapatkan PP tersebut dengan pemerintah.” Jelasnya.
Terkait bentuk badan atau kelembagan PMI,Poempi lebih melihat kepada keefektifan dari PMI dalam bekerja. Apabila memang nantinya PMI akan dijadikan LPMK, menurutnya ituadalah sesuatu yang tidak terlalu urgent dan bukan sesuatu hal yang menjadi fokus. Sebab yang paling penting adalah kinerja dan manfaatnya. “Justru didalam konteks kinerja, saya melihat peran PMI di luar pemerintah ini lebih bebas dan tidak terkungkung oleh berbagai macam aturan yang nantinya akan membatasi ruang lingkup kerja PMI itu sendiri.” Tegasnya. (sc/de)foto:wy/parle