Ekspor Pasir Laut Rugikan Nelayan, Ekosistem Laut, dan Bertentangan dengan Visi Ekonomi Hijau

20-09-2024 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak. Foto: Oji/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dampak kerugian lingkungan terhadap perizinan kembali ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun.

 

Hal itu merespons keputusan Menteri Perdagangan yang baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024, di mana kedua aturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

 

“Ini harus ditinjau kembali. Kalau saya mengkritisi bahwa di (kebijakan) sini ada potensi ekonomi, tetapi bisa jadi keuntungan ekonomi yang diperoleh itu tidak lebih besar dari dampak yang ditimbulkannya,” kata Amin dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

 

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS itu juga mempertanyakan seberapa banyak potensi pengerukan dan pengawasan sedimentasi laut yang akan diekspor.

 

“Walaupun Presiden Jokowi menegaskan ini sedimentasi laut, bukan pasir laut, itu dua hal yang berbeda. Tetapi kita akan tetap menduga kuat bahwa itu nanti yang dikeruk adalah pasir laut,” tuturnya.

 

Aleg dari Dapil Jawa Timur IV itu menyinggung pengalaman pengerukan pasir laut dan ekspor besar-besaran ke Singapura yang menimbulkan dampak signifikan terhadap kerusakan ekosistem laut.

 

Tindakan pemerintah yang membuka jalur ekspor pasir laut bertentangan dengan tujuan Indonesia dalam mencapai green economy (ekonomi hijau) yang ramah lingkungan.

 

“Bukan saja terganggunya ekosistem laut, spesies laut, rusaknya lingkungan, biota laut, dan mangrove, juga akan terdampak,” ujar Amin.

 

“Tentu kita tahu bahwa selama ini pemerintah  jug sangat lemah dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap eksploitasi sumber daya kelautan,” tambahnya.

 

Amin berpendapat bahwa tindakan pemerintah yang membuka jalur ekspor pasir laut bertentangan dengan tujuan Indonesia dalam mencapai green economy (ekonomi hijau) yang ramah lingkungan.

 

Parahnya lagi, pengerukan pasir laut juga akan berdampak pada erosi pantai yang ikut menggerus infrastruktur atau pemukiman warga di sekitarnya, sehingga berpengaruh juga terhadap mata pencaharian nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya pada laut.

 

“Oleh karena itu, kami sangat menyarankan pada pemerintah hendaknya kalau mau melahirkan kebijakan seperti ini harus melibatkan pakar lingkungan dan ekologi. Sudah siapkah kita untuk mengantisipasi dampak-dampak yang ditimbulkan agar tetap menguntungkan masyarakat Indonesia?!,” tukas Amin. (rdn)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...