Syahrul Aidi Soroti Permasalahan Akses Air di Sekitar Bendungan Jatigede
Anggota Komisi V DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI ke Bendungan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (13/11/2024). Foto: Eki/vel
PARLEMENTARIA, Sumedang - Anggota Komisi V DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti berbagai permasalahan yang dialami masyarakat sekitar Bendungan Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, terutama terkait akses air bersih dan infrastruktur jalan. Hal tersebut disampaikan Syahrul usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI ke Bendungan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (13/11/2024).
Dalam keterangannya kepada tim Parlementaria, Syahrul mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi masyarakat yang tinggal di sekitar bendungan namun justru mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses air bersih.
“Ada fakta yang mengejutkan, di mana masyarakat yang tinggal di sekitar bendungan justru kesulitan mendapatkan air bersih. Kok bisa masyarakat yang menyerahkan tanahnya untuk pembangunan bendungan, malah kesulitan air?” ujarnya.
Syahrul menilai masalah ini timbul karena kurangnya koordinasi antara Direktorat Jenderal (Dirjen) yang terlibat dalam pembangunan bendungan dan penyediaan air. Ia menjelaskan bahwa Bendungan Jatigede dibangun oleh Dirjen Sumber Daya Air, sementara penyediaan air bersih menjadi tanggung jawab Dirjen Cipta Karya.
“Kami berharap tidak ada ego sektoral antar Dirjen. Ini kan satu rumah, hanya beda kamar,” tegasnya.
Syahrul meminta adanya komunikasi yang lebih baik antar Dirjen terkait proyek strategis nasional seperti Bendungan Jatigede, agar setiap pekerjaan rumah (PR) yang muncul dapat dikoordinasikan dengan baik dan diberikan penugasan yang jelas oleh Menteri terkait. Ia menekankan bahwa masyarakat tidak perlu mengetahui detail tugas masing-masing Dirjen dan tidak boleh diberi tahu bahwa masalah ini di luar wewenang Dirjen tertentu.
Selain masalah air, Syahrul juga menyoroti pentingnya pelatihan bagi masyarakat terdampak, terutama mereka yang lahannya telah dikonversi untuk pembangunan bendungan. Banyak warga yang sebelumnya berprofesi sebagai petani kini beralih menjadi pengelola pariwisata di sekitar bendungan.
“Mereka mengharapkan adanya pelatihan untuk mengembangkan UMKM dan meningkatkan kemampuan dalam mengelola destinasi wisata lokal. Ini harus menjadi catatan bagi kementerian terkait lainnya,” ujar legislator dari Fraksi PKS tersebut.
Mengenai akses jalan, Syahrul menyayangkan kondisi jalan di sekitar bendungan yang belum optimal, padahal Bendungan Jatigede merupakan proyek strategis nasional. Ia merekomendasikan agar pemerintah pusat, melalui Instruksi Presiden (Inpres) Jalan Daerah, mendukung pembangunan jalan di sekitar bendungan tanpa membebani anggaran pemerintah daerah.
“Jalan di sekitar Bendungan Jatigede sebaiknya tidak dibebankan pada anggaran pemerintah daerah yang terbatas. Potensi pariwisata di sekitar bendungan sangat besar. Jika pembangunan jalan ini hanya mengandalkan anggaran daerah, prosesnya bisa terhambat, dan potensi wisata tidak akan berkembang secara optimal,” tambahnya.
Terakhir, Syahrul berharap agar permasalahan yang belum terselesaikan di sekitar Bendungan Jatigede dapat segera diatasi melalui komunikasi dan koordinasi yang lebih baik antar kementerian dan Dirjen terkait.
“PR yang tersisa dari pembangunan bendungan ini harus diselesaikan. Jangan sampai bendungan yang seharusnya menyelesaikan masalah justru meninggalkan masalah baru,” pungkas Syahrul. (eki/aha)