Miliki Potensi Besar, Ahmad Labib Sayangkan Rendahnya Kontribusi Ekspor Pertanian
Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib saat mengikuti Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan dan jajaran di Gedung Nusantara I. Foto: Oji/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib menyoroti rendahnya kontribusi ekspor sektor pertanian Indonesia yang hanya mencapai 2,8 persen dari total ekspor nasional. Labib menilai bahwa sektor pertanian, yang sebagian besar digeluti oleh mayoritas penduduk Indonesia, memiliki potensi besar untuk diperkuat dan dioptimalkan sebagai keunggulan ekspor.
“Menyoroti nilai ekspor pertanian kita pak menteri yang hanya 2,8 persen ya padahal mayoritas penduduk kita ini petani. Kita ada produk-produk pertanian yang khas yang mestinya itu keunggulan ekspor kita. Nah yang khas-khas itu yang ciri khas itu perlu dikuatkan agar menjadi keunggulan ekspor kita,” ujar Ahmad Labib dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan dan jajaran di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Ia menambahkan, produk pertanian Indonesia perlu dikuatkan agar dapat bersaing dengan produk pertanian luar negeri. Seperti dahulu, Indonesia pernah menjadi penguasa rempah-rempah dunia, dan ia berharap sektor pertanian dapat kembali diprioritaskan dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan hasil pertanian yang memiliki kekhasan.
“Kita tidak perlu bersaing dengan produk-produk pertanian luar negeri ya memang kita tidak mampu produksi, tapi yang memang mampu kita produksi dan kita bisa swasembada bahkan bisa ekspor itu yang perlu kita dorong, dan kita punya kekhasan itu gitu,” ungkap Politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap komoditas pertanian strategis Indonesia, seperti tembakau, beras, dan kelapa sawit. Menurut Labib, perlindungan terhadap komoditas-komoditas ini sangat penting, mengingat dampaknya terhadap perekonomian nasional bahkan pola konsumsi masyarakat.
“Saya tahu persis kemampuan orang-orang di balik pasar ini, invisible hand ini dalam mendesain pola makan kita, sepuluh tahun yang lalu kita mungkin masih makan daging sapi daging tertentu kita ndak doyan, nggak bisa makan. Tapi kemampuan pasar kita untuk mendesain itu dan menjadi selera kita itu ada dan jangan sampai karena kemampuan yang luar biasa ini, kita tidak proteksi akhirnya suatu saat makanan-makan pokok yang kita makan ini berubah, karena pasar. Tolong dimaknai ini, saya kira Pak Menteri dan jajaran sudah sangat paham ini. Jadi tolong lindungi betul komoditi strategis kita,” tegasnya. (gal/rdn)