Penguatan Pesantren Butuh Dukungan Terintegrasi dan Pembenahan Kelembagaan
Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Fikri Faqih saat mengikuti kunjungan spesifiknya ke Pondok Pesantren Assidiqiyah, Tangerang. Foto: Aaron/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Fikri Faqih menekankan pentingnya penguatan pesantren di Indonesia melalui pembenahan kelembagaan, akreditasi, serta dukungan terintegrasi dari pemerintah. Menurutnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang telah berperan besar dalam sejarah bangsa, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
"Jika Indonesia tidak dijajah, mungkin universitas terkenal kita bukan UI, ITB, atau UGM, melainkan lembaga seperti Tebuireng atau Lirboyo. Pesantren adalah pusat pendidikan yang sudah ada jauh sebelum kemerdekaan," ujar Abdul Fikri dalam kunjungan spesifiknya ke Pondok Pesantren Assidiqiyah, Tangerang, Banten, Rabu (20/11/2024).
Ia menyampaikan bahwa pesantren perlu menyesuaikan diri dengan era modernisasi melalui peningkatan data kelembagaan, kualifikasi sumber daya manusia, dan akreditasi. "Ke depan, pesantren harus memiliki akreditasi, baik untuk lembaganya maupun kompetensi para kiai dan ustaznya. Kompetensi dalam Al-Qur'an, hadis, ilmu waris, ilmu falak, hingga logika harus terus dikembangkan," jelasnya.
Fikri juga mengapresiasi rencana Kementerian Agama untuk membentuk Direktorat Jenderal (Dirjen) khusus pesantren, yang ia nilai sebagai langkah positif untuk mendukung eksistensi pesantren. "Komisi VIII DPR RI sepakat mendorong pembentukan Dirjen Pesantren. Namun, langkah ini harus segera direalisasikan, jangan hanya menjadi wacana," tegas politisi Fraksi PKS tersebut.
Ia menyoroti perlunya pengelolaan program pemerintah yang lebih terarah untuk pesantren. Menurutnya, saat ini banyak kementerian memiliki program yang menyasar pesantren, tetapi implementasinya masih terfragmentasi. "Harus ada leading sector yang memimpin, sehingga program pemerintah terkait kemandirian ekonomi, pendidikan, dan lainnya dapat lebih tepat sasaran," ungkapnya.
Abdul Fikri juga menekankan pentingnya pembenahan kelembagaan pesantren. Banyak pesantren yang masih berbasis kepemilikan pribadi atau belum berbadan hukum, sehingga kesulitan mengakses bantuan pemerintah. "Pesantren harus memiliki status hukum yang jelas, seperti berbadan hukum yayasan atau organisasi. Ini juga penting untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan program-program pemerintah," tambahnya.
Selain itu, ia menyoroti pengelolaan dana abadi pesantren yang dinilai kurang transparan. "Alokasi dana abadi pesantren harus jelas dan tepat sasaran. Jangan sampai pesantren merasa tidak mendapatkan manfaat. Saat ini, beasiswa yang diterima lebih banyak berasal dari BPKH, bukan dari dana abadi pesantren," katanya.
Fikri juga mendorong perguruan tinggi pesantren untuk lebih aktif memberikan masukan kepada pemerintah terkait evaluasi dan perbaikan regulasi. "Pesantren harus memberikan masukan yang konstruktif, termasuk untuk evaluasi Undang-Undang Pesantren," ujarnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, ia optimistis pesantren dapat terus menjadi penggerak utama pendidikan dan kemandirian ekonomi di Indonesia. "Pesantren telah membuktikan perannya dalam sejarah bangsa. Kini saatnya pemerintah hadir lebih serius untuk mendukung eksistensi pesantren yang lebih kuat di masa depan," tutupnya. (aar/aha)