Komisi II Dan Mendagri Bahas RUU No. 56 Tahun 2008
Menindaklanjuti surat perintah dari Badan Musyawarah, Komisi II DPR melakukan pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No. 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat. Pembahasan RUU ini sebagai implementasi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.127/ PUU-VII/ 2009 tertanggal 25 Februari 2010.
MK memutuskan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU No. 56/ 2008 harus memasukkan Distrik Amberbaken, Distrik Kebar, Distrik Senopi, Distrik Mubrani (berasal dari Kabupaten Manokwari) dan Distrik Moraid (berasal dari Kabupaten Sorong) ke dalam Kabupaten Tambrauw.
Sebagai langkah pertama, Komisi II menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Gubernur Papua Barat, Pimpinan DPR Papua Barat, Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Sorong, Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Manokwari, Bupati dan pimpinan DPR Kabupaten Tambrauw.
“Dari RDP pada 19 Februari kemarin, masih didapatkan hasil yang berbeda. Ada pihak yang menghendaki, namun masih ada juga pihak yang menolak terhadap perubahan UU ini. Ada 2(dua) Bupati yang masih keberatan dengan perubahan UU ini, yaitu Bupati Sorong dan Bupati Manokwari, namun Pemerintah Kabupaten Tambrauw sendiri sudah menyetujui revisi UU ini,” jelas Ketua Komisi II Agun Gunanjar Sudarsa ketika membuka Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, serta Komite I DPD di Gedung Nusantara, Kamis (7/3).
Dari RDP itu juga didapatkan kesimpulan untuk mengembalikan dan meminta kepada pimpinan daerah untuk kembali ke daerah dan menciptakan situasi yang kondusif di Papua Barat. Berdasar rapat internal Komisi II pada 25 Februari lalu juga melihat bahwa keputusan MK sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga, Komisi II meminta diadakan raker dengan Mendagri untuk menuntaskan putusan MK terhadap rancangan perubahan atas UU No. 56 Tahun 2008 ini.
“Secara eksekutorial, keputusan MK menjadi kewenangan pemerintah. Secara proses, apa yang sudah dilakukan oleh MK sudah sejalan dengan apa yang seharusnya dalam pembentukan perundang-perundangan. Dengan begitu, tidak ada alternatif lain, kami sangat menghargai dan menghormati apa yang sudah diputuskan oleh MK. Bahkan kami melihat perubahan UU ini sudah dilaksanakan, dengan bukti adanya pemilihan daerah di Papua Barat yang berlangsung dengan aman,” jelas Agun.
Agun juga menegaskan bahwa Komisi II dan pemerintah sudah melahirkan duadaerah pemekaran baru, yaitu daerah Kabupaten Arpak dan Kabupaten Manokwari Selatan, dan batas wilayahnya sudah sesuai dengan putusan MK. Komisi II juga tidak mungkin menganulir keputusan yang ada dan merombaknya kembali.
“Dengan dasar itulah Komisi II mengambil keputusan untuk melaksanakan putusan dari MK itu. DPR sebagai pihak yang akan memproses perundang-undangan ini juga berharap apabila ada persoalan-persoalan di Papua Barat, pemerintah dapat menyelesaikan berbagai persoalan tersebut,” jelas Agun.
Mendagri Gamawan Fauzi mengaku sudah melakukan berbagai langkah untuk memproses perubahan UU bersama pemerintah daerah Papua Barat. Mendagri sudah menyampaikan permohonan izin prakarsa kepada Presiden terhadap UU No. 56 Tahun 2008, dan Presiden sudah memberikan izinnya.
Pada 17 Juni 2012, tambah Gamawan, Gubernur Papua Barat juga sudah mengirimkan surat kepada Mendagri mengusulkan dilakukan perubahan UU sesuai putusan MK. Mendagri juga telah menyampaikan rancangan perubahan UU ini kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan proses harmonisasi.
Gamawan menegaskan bahwa putusan MK bersifat incrach, sehingga langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak di ucapkan. Proses ini juga berdasarkan usulan dari Gubernur Papua Barat, dan proses perubahan UU ini juga sudah melalui jalur yang tepat dan jelas.
“Kita juga perlu hati-hati mengingat pekanya tentang cakupan wilayah yang menjadi inti dari keputusan MK tersebut. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR RI seyogyanya memformalkannya dalam rancangan UU tentang perubahan atas UU No. 56 Tahun 2008 dan dalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945, serta tentunya tunduk dan patuh terhadap putusan MK, serta menjalankannya sebagaimana proses yang telah ditempuh saat ini.,” jelas Gamawan. (sf)