Revisi UU Minerba Jawab Perkembangan, Permasalahan, dan Kebutuhan Hukum
Anggota Badan Legislasi DPR RI Hendry Munief, saat menyampaikan pendapat mini Fraksi PKS pada rapat pleno Badan Legislasi DPR RI, di Senayan, Senin (20/1/2025). Foto: Geraldi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI Hendry Munief menyebutkan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai upaya penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi hal yang diperlukan untuk menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum di dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batu bara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia.
Hal itu disampaikannya dalam pendapat mini Fraksi PKS mengenai RUU Perubahan Keempat UU 4 Tahun 2009 Soal Pertambangan Mineral dan Batubara saat rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, di Ruang Rapat Baleg DPR RI, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/01/2025).
“Demi mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan, serta diperlukan akselerasi keterlibatan berbagai pihak yang telah berkontribusi bagi peningkatan perekonomian nasional untuk ikut serta diperlukan penguatan dan kepastian pasokan bahan baku secara berkelanjutan, efektif, dan efisien dalam pengelolaan kegiatan hilirisasi dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional,” ujar Hendry dalam rilisnya, Selasa, (21/1/2024).
Maka dari itu, menurutnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, telah mengalami beberapa kali pengujian di Mahkamah Konstitusi, dua diantaranya dikabulkan bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi yaitu putusan MK Nomor 64/PUU-XVIII/2020 dan putusan MK Nomor 37/PUU-XIX/2021 perlu ditindaklanjuti.
“Putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat (final and binding) harus segera ditindaklanjuti oleh DPR RI selaku pemegang kekuasaan pembentuk UU untuk memberikan kepastian hukum, kebermanfaatan, dan keadilan,” ungkap Anggota DPR RI dari Dapil Riau 1 ini.
Meski demikian, ia mengungkapkan bahwa Fraksi PKS menyampaikan sejumlah catatan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
Pertama, lanjutnya, Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara harus mampu menciptakan perbaikan tata kelola sektor pertambangan di Indonesia demi mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
“Kedua, Fraksi PKS menerima seluruh putusan Mahkamah Konstitusi yang mendasari penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengutamakan evaluasi dan transparansi dalam perpanjangan izin tambang, keseimbangan antara kewenangan pusat dan daerah, perlindungan lingkungan dan hak masyarakat lokal, kesesuaian dengan tata ruang dan peraturan lainnya, serta penghindaran kriminalisasi masyarakat yang menolak tambang,” ungkap legislator yang juga anggota komsisi VII DPR RI ini.
Ketiga, lanjut Hendry, Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara harus memberikan kepastian hukum terhadap pendelegasian wewenang dan dukungan terhadap kewenangan pemerintah daerah untuk turut serta mengelola sektor pertambangan, menguatkan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya dalam hal pengambilan manfaat, pengajuan evaluasi dan keluhan, serta hak mendapatkan pendampingan berupa bantuan hukum dari ancaman atau gangguan akibat pengusahaan kegiatan pertambangan tersebut.
“Untuk itu mengenai pengelolaan tambang prioritas untuk badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan, perguruan tinggi, dan UMKM, Fraksi PKS meminta ada kajian lebih dalam, melibatkan partisipasi publik yang bersifat partisipasi bermakna (meaningful participation), sehingga menjadi regulasi yang dapat diterima oleh semua pihak dan juga stakeholders,” jelasnya.
Keempat, lanjut Hendry, Fraksi PKS menekankan agar penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini dilakukan secara cermat dan hati-hati sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga setelah ditetapkan menjadi Undang-undang tidak berisiko untuk dibatalkan (melalui mekanisme pengujian di Mahkamah Konstitusi), karena adanya cacat formil dalam pembentukannya.
“Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menyetujui dengan catatan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk dibahas pada tahapan selanjutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fraksi PKS berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada tahap selanjutnya dapat melibatkan partisipasi publik secara lebih luas serta mendengarkan berbagai aspirasi dari masyarakat dan para pemegang kepentingan,” tutup Hendry Munief. (hal/rdn)