Komisi XIII: Efisiensi Anggaran LPSK Harus Perhatikan Fungsi Pelayanan
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII dengan Kepala LPSK di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025). Foto: Runi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi XIII DPR RI menyampaikan keprihatinannya terkait penurunan anggaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang cukup drastis. Anggaran yang semula berjumlah Rp278,5 miliar pada 2024 mengalami pemangkasan menjadi Rp229,9 miliar pada 2025. Bahkan, setelah adanya instruksi presiden terkait efisiensi anggaran, LPSK hanya memperoleh anggaran efektif sebesar Rp85,4 miliar.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira menyoroti ketimpangan alokasi anggaran LPSK antara anggaran layanan dan dukungan manajemen. Besaran anggaran untuk layanan perlindungan tercantum sebesar Rp12 miliar, sementara alokasi untuk dukungan manajemen mencapai Rp70 miliar. Ketimpangan tersebut dianggap sangat tidak sejalan dengan peran LPSK yang seharusnya mengedepankan perlindungan dan layanan.
“Karena LPSK ini kan lembaga perlindungan dan pelayanan sebenarnya, tapi alokasi anggaran untuk pelayanan itu hanya 12 miliar, menurut saya itu terlalu kecil gitu. Sementara dukungan manajemen itu masih ada sekitar 70-an (miliar), jadi dipotongnya memang lebih sedikit gitu,” ujar Andreas usai Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII dengan Kepala LPSK di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Sebelumnya, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menyampaikan bahwa Komisi XIII memahami kebijakan pemerintah terkait adanya efisiensi anggaran. Namun, ia juga menekankan bahwa pemotongan anggaran LPSK sebesar 70 persen dari anggaran tahun sebelumnya sangat signifikan.
“Lembaga ini perlu hidup, harus membayar pegawai, tapi di saat yang sama mereka membutuhkan anggaran yang cukup untuk menjalankan tugasnya dalam memberikan perlindungan”
"Pada prinsipnya kita sepakat itu bahwa kita memahami politik anggaran dari pemerintah untuk melakukan efisiensi. Dari efisiensi LPSK ini jumlahnya cukup fantastik. Dari angka yang sudah diputuskan pada 2024, 70 persennya harus dipotong. LPSK kemudian meminta pengembalian anggaran sebesar Rp79 miliar dari total pemotongan Rp144,5 miliar," ujar Andreas.
Meski begitu, ia juga menegaskan bahwa pemotongan anggaran harus dilakukan secara rasional dan tidak sampai menghambat kinerja lembaga. Menurutnya, pemangkasan yang berlebihan dapat menyebabkan pegawai hanya menerima gaji tanpa mampu menjalankan tugas pelayanan secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih masuk akal dan transparan dalam menentukan besaran pengurangan anggaran.
"LPSK adalah lembaga perlindungan dan pelayanan, tetapi anggaran untuk pelayanan terlalu kecil. Lembaga ini perlu hidup, harus membayar pegawai, tapi di saat yang sama mereka membutuhkan anggaran yang cukup untuk menjalankan tugasnya dalam memberikan perlindungan. Jangan sampai kita potong-potong terus sampai orang nggak bisa kerja, hanya menerima gaji saja tanpa bisa melakukan tugas pelayanan mereka. Itu yang harus dijelaskan, supaya pengurangan dilakukan secara masuk akal," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII DPR RI mendukung pengalokasian kembali anggaran sebesar Rp79 miliar seperti yang diajukan Kepala LPSK dalam rapat. Namun, Andreas kembali menegaskan bahwa LPSK harus menyampaikan laporan rinci terkait kebutuhan anggaran yang terutama untuk hal-hal yang dianggap mendesak.
“Ada catatan besar, terutama terkait alokasi Rp79 miliar yang diminta LPSK untuk dikembalikan. Mana yang perlu dipotong dan mana yang benar-benar penting harus jelas, termasuk misalnya penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” pungkasnya.
Dalam rapat, Kepala LPSK sempat memaparkan secara singkat beberapa program LPSK yang terkena dampak efisiensi, antara lain layanan penerimaan permohonan, layanan pemenuhan saksi dan korban, layanan kantor perwakilan daerah hingga renovasi kantor perwakilan daerah dan belanja pegawai PNS & PPPK angkatan terbaru. (ira, uc/rdn)