Perguruan Tinggi Kelola Tambang Didasari Prinsip Inklusivitas
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, saat menjadi narasumber pada Diskusi di Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Dep/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang sedang dibahas DPR memberikan peluang bagi universitas dan UMKM untuk ikut mengelola tambang, menyusul adanya izin serupa untuk ormas keagamaan. Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah memasukkan usulan ini dalam RUU yang menjadi inisiatif DPR itu.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan bahwa fokus utama dalam RUU Minerba adalah memperkuat hilirisasi dan membuat akses tambang semakin inklusif. Hal ini diungkapkannya dalam Diskusi dengan tema “Keberlanjutan Sumber Daya Alam: Peran Perguruan Tinggi Menjamin Praktik Pertambangan yang Ramah Lingkungan!” yang digelar di Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).
“Sebenarnya apa yang sedang kita susun dalam undang-undang ini adalah ada dua hal, inti dari perubahan undang-undang, revisi undang-undang ini. Yang pertama adalah memperkuat, mempertegas konsep atau proses hilirisasi terhadap semua konsensi-konsensi tambang kita. Kedua adalah bagaimana seluruh kekayaan alam Indonesia ini, ini istilah kami diinklusifkan, dibuka aksesnya seluas-luasnya,” ujar Doli saat diskusi berlangsung.
Lebih lanjut, Doli menyampaikan bahwa selama ini konsesi tambang terkesan diberikan secara eksklusif, namun dalam revisi ini, konsesi tambang akan dibuka secara inklusif, sehingga masyarakat dapat memiliki akses terhadap lahan pertambangan dan memiliki kesempatan untuk mengelola konsesi tambang tersebut.
Diungkapkannya, dalam revisi undang-undang ini nantinya terdapat dua cara pemberian konsesi tambang, yaitu lelang dan prioritas. Hal ini lantas yang memberi kesempatan kepada ormas, organisasi keagamaan, perusahaan kecil menengah, koperasi, perusahaan perseorangan bahkan perguruan tinggi. Menurutnya menciptakan generasi Indonesia yang berkualitas, dibutuhkan lembaga pendidikan yang berkualitas termasuk perguruan tinggi.
Ia menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pengelolaan perguruan tinggi telah diserahkan secara mandiri kepada kampus berbeda dengan beberapa dekade lalu yang masih disubsidi pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi membutuhkan dukungan dan dana besar untuk mengembangkan pendidikan, terutama ketika upaya seperti kenaikan UKT mendapat reaksi besar dari masyarakat.
“Nah ini adalah salah satu cara, upaya negara melalui pemerintah untuk memberikan support kepada perguruan han tinggi itu supaya memang mereka bisa fokus mengembangkan universitas-universitas itu menjadi universitas yang berkelas dunia. Apalagi kan sekarang trennya universitas yang baik itu adalah menjadi universitas riset. Kalau bicara tentang universitas riset itu dukungan dananya besar sekali,” ujar politisi Fraksi Golkar ini.
Mengutip usul Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko yang hadir virtual dalam rapat disebut bahwa perlu ada dana abadi untuk setiap kampus. Doli lantas menegaskan tanggung jawab penyediaan dana ini tetap ada pada negara melalui pemerintah.
Pemerintah akan menyediakan sistem pendukung, misalnya dengan membentuk badan usaha di kampus yang dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk mengelola sumber pendapatan yang akan disalurkan ke kampus. Dengan adanya dukungan pemerintah diharapkan kebebasan akademik tetap dijaga. Kampus tetap menjalankan tridharma tanpa gangguan dan berperan dalam memberikan masukan, kritik, dan saran kepada pemerintah. (nv,uc/aha)