DPR Akan Tunda Pengesahan RUU P2H
Menanggapi desakan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kelestarian Hutan, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan bahwa pada Sidang Paripurna besok (2/4) dirinya akan menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Perusakan Hutan ((RUU P2H). Selain itu, ia pun berjanji akan menyampaikan dan meneruskan aspirasi ini dalam rapat pleno tersebut.
"Kebetulan yang memimpin Sidang Paripurna besok saya sendiri. Saya berjanji untuk menunda pengesahan RUU ini atas masukan dari rekan-rekan koalisi semua. Untuk itu, jika ada surat resminya, akan saya sampaikan kepada Komisi IV dan fraksi terkait," janji Pramono ketika menerima Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kelestarian Hutan di Gedung Nusantara III, Senin (1/4).
Pramono menambahkan, pembahasan RUU P2H ini termasuk dalam pembahasan RUU terlama di DPR, karena menempuh hingga tujuh kali masa persidangan. Ia melihat bahwa pembahasan RUU ini cukup alot.
Dalam kesempatan itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kelestarian Hutan mendesak agar DPR menunda pengesahan RUU P2H ini. Mereka menilai, jika RUU itu disahkan akan sangat berpotensi mengancam masyarakat lokal dan berpotensi mengkriminalisasi akibat timbulnya ketidakpastian hukum dari pasal-pasal dalam RUU tersebut.
Perwakilan dari Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Siti Rakhma Mary Herwati menyatakan bahwa tujuan awal disusunnya RUU ini untuk mencegah dan memberantas perusakan hutan secara efektif dan memberikan hukuman yang menjerakan, karena perusakan hutan dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan terorganisir.
“Jika sampai RUU ini disahkan justru akan mengkriminalkan masyarakat lokal sekitar hutan yang hidup dari hasil hutan. Selain itu, banyak tercantum pasal yang menciptakan ketidakpastian hukum, serta cenderung berpotensi disalahgunakan aparat keamanan dalam menertibkan masyarakat lokal di sekitar kawasan hutan,” jelas Rakhma.
Selain itu, tambah Rakhma, dalam RUU ini tidak terlihat rasionalisasi tentang jenis dan berat ringannya pidana yang menjadi ancaman. Hampir semua tindak pidana diancam dengan pidana sama berat, sehingga berpotensi juga membuka peluang terjadinya korupsi atau penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan pemberian izin-izin di bidang kehutanan serta mendorong pembentukan lembaga baru dan hakim kehutanan yang dinilai tidak diperlukan dan diragukan efektivitasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai RUU P2H ini bermasalah dari aspek formil dan materiil. Jika DPR tetap mengesahkan RUU P2H, maka Koalisi akan mengajukan upaya hukum, antara lain pengajuan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. (sf) foto :wahyu