Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas DPR RI dihimbau agar berlapang dada menerima berbagai masukan dari masyarakat dan tokoh-tokoh nasional menyangkut koreksi dalam RUU Ormas demi kepentingan nasional. Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dalam konfrensi pers di Press Room, Nusantara III, Jumat (5/4).

Priyo mengungkapkan, Pansus sudah bertemu dengan banyak kalangan dari berbagai latar organisasi. Jadi, ada sedikit kemajuan dalam membahas RUU ini. Tanggal 12 April 2013, Pansus segera membawa RUU ini ke Rapat Paripurna DPR untuk meminta pengesahan. “Bila tidak memungkinkan untuk diselesaikan, pembahasan bisa ditunda sampai masa persidangan yang akan datang,” kata Priyo.

Selain RUU Ormas, Priyo juga menanggapi perkembangan RUU lainnya. Yang ramai dibicakan publik, diantaranya RUU Pilkada. “Ada keinginan perombakan dalam sistem Pilkada. Kita akan serentakkan Pilkada secara nasional,” ungkap Priyo. Pada 2015 nanti ada 729 Pilkada digelar. Sementara pada 2018, ada 244 Pilkada digelar. Setelah itu, Pilkada digelar serentak se-Indonesia.

Menyangkut pemilihan kepala daerah, Priyo menilai pemerintah sebagai pengusul RUU ini, terlalu progresif dan radikal. Pasalnya, pemilihan gubernur diminta langsung dipilih rakyat. Sementara wali kota dan bupati diserahkan kepada DPRD. Hal lain yang juga kurang disetujui Priyo adalah paket Pilkada. Usulan pemerintah, gubernur, wali kota, dan bupati usulan parpol. Semantara wakilnya dari PNS. Ini menimbulkan masalah legalitas.

Bila kepala daerahnya berhalangan tetap, berarti wakil kepala daerah naik menjadi kepala daerah. Padahal, seperti diusulkan pemerintah, wakil tidak dipilih langsung. Legitimasinya hilang, karena tidak dipilih langsung. “Kita tetap menginginkan Pilkada harus satu paket,” tandas Priyo. (mh)/foto:iwan armanias/parle.