Komisi IX Memahami Kekurangan Tenaga Pengawas Ketenagakerjaan Tangerang
Komisi IX DPR RI dapat memahami kekurangan tenaga pengawas ketenagakerjaan di Tangerang. Penilaian ini menanggapi pernyataan Bupati Tangerang, bahwa jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan Tangerang tidak sebanding dengan jumlah industri yang ada di Tangerang dalam rapat Komisi IX DPR RI yang membahas masalah penyekapan dan perbudakan buruh pabrik panci di Kecamatan Sepatan, Tangerang, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/5)
“Saya sangat setuju harus ada terobosan untuk pegawai pengawas ini, namun selama ini yang kami tahu justru pegawai pengawas berkurang karena kebijakan dari Bupatinya,” kata Matri Agung (F-PKS).
“Karena mungkin ketika kampanye menjadi tim suksesnya kemudian dipindahkan. Oleh karena itu kita cek, pegawai pengawas ini berkurangnya sejak kapan, atau memang dari dulu segitu, “ tambah Matri.
Jika memang berkurang, menurutnya, harus dikembalikan karena mereka sudah memiliki kompetensi di bidang itu. Kalau tidak, haru dilakukan terobosan-terobosan sambil menunggu keputusan dari pusat tentang formasi penambahan tenaga pengawas, karena memang kenyatannnya Tangerang ini daerah industri yang memerlukan tenaga pengawas yang seimbang.
Senada dengan Matri, Wakil Ketua Komisi IX, Irgan Chairul Mahfiz (F-PPP) memahami bahwa tenaga pengawas sangat tidak signifikan dibandingkan dengan jumlah pabrik yang ada.
“Jumlah pabrik 5.346 yang kategorinya menengah ke atas, tetapi tenaga pengawasnya hanya 15 orang, bagaimana mengontrol ataupun memantau terhadap industri rumah tangga atau industri yang mungkin jumlahnya lebih banyak daripada jumlah pabricant,” ujar Irgan.
Irgan memahami kesulitan kekurangan tenaga pengawas, dijelaskannya bahwa informasi tenaga pengawas ini banyak hitungannya, baik di Kementerian Aparatur Negara maupun di Kementerian Tenaga Kerja.
“Komisi IX akan meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Aparatur Negara agar memperhatikan persoalan tenaga pengawas yang ada di Kabupaten Tangerang,” tegasnya.
Berbeda dengan Matri Agung dan Irgan, Anggota Komisi IX, Zulmiar Yanri (F-PD), menyatakan bahwa jumlah tenaga pengawas sebenarnya relatif.
Tenaga pengawas memiliki kewajiban, Zulmiar mempertanyakan berapa banyak pemeriksaan awal untuk semua perusahaan Tangerang.
Dijelaskan Zulmiar apabila jumlah pengawas 15 orang, jika dikalikan delapan perusahaan, jadi ada 120 perusahaan yang bisa diawasi per bulannya. “Tinggal pilih saja per bulan 120 perusahaan,” imbuhnya.
Zulmiar juga mempertanyakan kebijakan Disnaker Tangerang mengenai kewajiban lapor terhadap pengawasan. “Kalau peraturan perundang-undangannya sudah lengkap itu berapa masing-masing pnegawas melakukan kebijakan dan pengawasan awal dan berkala,” tegasnya.
Zulmiar mengharapkan, ke depan kasus seperti ini tidak terjadi lagi, apalagi Tangerang cukup dekat dengan Jakarta, bagaimana dengan di daerah-daerah, saat ini kita seperti pemadam kebakaran saja.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar menjelaskan bahwa industri yang terdaftar di Dinas Perindustrian Tangerang sebanyak 5.346. Jumlah ini belum termasuk industri kecil dan industri rumahan yang tersebar luas di wilayah Tangerang.
Jumlah industri yang demikian besar, tidak ditunjang dengan tenaga pengawas, dimana tenaga pengawas yang ada di Tangerang hanya 15 orang. Idealnya, menurut Zaki, jumlah pengawas ketenagakerjaan di Tangerang adalah 50 orang.
“Saat ini, karena kepadatan industri di Tangerang, pemerintah daerah kesulitan mendata home industri yang mempekerjakan lima samoai tujuh buruh,” kata Zaki.
“Kejadian di Tangerang ini menjadi pengalaman kami untuk meningkatkan pendataan dan pengawasn industri di Tangerang,” tambah Zaki.
Zaki, mengharapkan bantuan Komisi IX DPR RI untuk mengkomunikasi kekurangan tenaga pengawas di Tangerang kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. (sc)/foto:odjie/parle/iw.