RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara Perlu Argumentasi Kuat
RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) tengah mendapat perhatian dari masyarakat. Upaya pemerintah memasukan Rancangan Undang - undang Komponen Cadangan (Komcad) agar disahkan menjadi UU harus disertai argumentasi kuat. Kebutuhan Komcad sesuai kebutuhan dan karakter ancaman pertahanan Indonesia. Di sisi lain, RUU itu bersih dari kepentingan politik menuju Pemilu 2014.
Demikian benang merah pendapat anggota Komisi I DPR Sidarto Danu Subroto, pengamat militer dan intelijen Andi Widjayanto dan Koordinator Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dalam Forum Legislasi bertema '”Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara (RUU KCPN) di Press Room, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/6).
Sidarto minta pemerintah jangan dulu memikirkan pertahanan negara melalui militerisasi sipil. Profesional TNI harus prioritas dibenahi melalui perbaikan kesejahteraan prajurit dan peningkatan alutsista.
"RUU Komcad ini memang belum sempurna dan belum terlalu mendesak. Kalau kita membangun suatu sistem pertahanan, seharusnya komponen yang utama harus diperkuat terlebih dahulu," katanya.
Kondisi yang ada saat ini, sambung legislator dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut, kelengkapan alutsista yang seharusnya dipenuhi, ternyata baru sekitar 28 persen dari batas minimum, dan tahun depan dperkirakan naik menjadi 38 hingga 40 persen. "Pertanyaan yang muncul, kenapa anggaran yang disediakan untuk Komcad, tidak dipergunakan untuk memperkuat komponen utama yang baru mencapai sepertiga dari batas minimum?" tanya Sidarto.
"Kemudian, kenapa kita mencoba membangun Komcad yang arahnya pada perang tradisional yang belum terpetakan? Padahal, perang modern itu mengedepankan teknologi," imbuh mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Hal lain yang menjadi sorotan, lanjut Sidarto, pada Pasal 8 disebutkan bahwa golongan yang diwajibkan ambil bagian dalam Komcad adalah pegawai negeri sipil, pekerja, atau buruh. "Menurut pasal 8, yang wajib kena Komcad adalah PNS, pekerja, dan buruh. Apabila menolak, golongan itu diancam hukuman kurun selama satu tahun yang diatur dalam pasal 38. Lantas, bagaimana dengan pengusaha, anggota DPR, pengacara, dokter yang tidak masuk dalam ketiga golongan tersebut?" tambahnya.
Lalu pada pasal 14 yang mengatur mengenai sumber daya alam, dan sumber buatan, itu adalah milik swasta yang bisa diambil alih untuk kepentingan Komcad. "Jika itu disahkan, tentu berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, yang melakukan perampasan atas nama komcad," kata Sidarto.
Ia mengatakan kekuatan alutsista yang dibangun pemerintah masih jauh dari kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF), yakni baru mencapai 38 persen pada tahun 2014. Hal ini sangat jauh dari harapan jika ingin mengulang kejayaan TNI pada masa lalu. Karena itu, ia menegaskan pemerintah lebih prioritas membenahi TNI. "Saya setuju Komcad jika komponen utama sudah dibangun sesuai harapan," kata dia.
Di sisi lain, Sidarto menyayangkan DPR telah memasukan RUU Komcad pada pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. RUU ini tak lebih penting dibandingkan pembahasan tentang pendidikan dan kesehatan. "Prolegnas lah yang seharusnya memilah mana yang perlu dan tidak," ujar dia.
Haris mengkhawatirkan RUU Komcad akan menimbulkan gejala kecemburuan di TNI. Prioritas pertahanan lebih terkonsentrasi pada memiliterisasi sipil dibandingkan upaya meningkatkan profesionalisme tentara.
Secara terpisah, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) setuju RUU Komcad dengan catatan tidak bertentangan dengan kemanusiaan.
Menurut Andi, RUU lebih identik dengan militerisasi rakyat ketimbang fokus pada penyiapan secara dini sumber daya sarana infrastruktur untuk ke depan. "Pemerintah fokus untuk membentuk komponen cadangan yang karakternya bukan warga negara yang dilatih, tapi membentuk komponen cadangan yang karakternya adalah sumber daya, sarana, dan prasarana," katanya.
Terhadap perdebatan mengenai perlu atau tidaknya RUU Komponen Cadangan, Andi mengungkapkan bahwa RUU tersebut merupakan keharusan dalam sistem pertahanan semesta yang dirancang dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal tersebut mengharuskan negara membentuk empat hal, yakni komponen utama, komponen cadangan, komponen pendukung untuk pertahanan militer, dan unsur utama untuk pertahanan non militer.
"Pemerintah harus buat argumentasi kuat bahwa Komcad bukan berorientasi militerisasi rakyat, Komcad tak terkait politik 2014, Komcad memang diperlukan untuk memperkuat TNI dan Komcad tak memboroskan sumber daya," kata Andi.
Menurut dia, Komcad perlu disiapkan secara dini, namun pengadaannya sesuai karakter kebutuhan dan ancaman. Pemerintah harus punya analisis terhadap ancaman perang yang mungkin akan dihadapi Indonesia di masa akan datang.
Itu artinya, Komcad bukan disamaratakan wajib militer. Pertahanan bukan berarti menberdayakan sipil, melainkan berorientasi pada pemanfaatan sumber daya, seperti aset yang dimiliki lembaga lain sesuai kebutuhan antisipasi ancaman. "Penyiapan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan analisis ancaman yang akan terjadi di masa datang," kata dia.
Ia menyontohkan realitas bahwa sekarang Indonesia sedang menghadapi perang cyber dan teknologi digital. "Tentunya, komcad yang dibutuhkan adalah ahli teknologi dan cyber. Jika butuh pesawat tentunya siapa dan perusahaan mana yang punya pesawat yang diberdayakan," jelas dia. (as)/foto:odjie/parle/iw.