Indonesia Tidak Bisa Adopsi Cara Timor Leste
Indonesia tidak bisa mengadopsi cara Pemerintah Timor Leste dalam memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakatnya. Hal tersebut diungkapkan Ketua BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) Surahman Hidayat saat ditemui Parlementariausai menerima kunjungan Komisi F Palemento Nacional De Timor Leste pada Selasa (25/6) di Senayan, Jakarta.
Seperti diungkapkan Ketua Komisi F Parlemento Nacional De Timor Leste, Virgilio Da Costa Hornai, kepada Anggota BKSAP, dimana pemerintah Timor Leste telah banyak memberikan subsidi kepada rakyatnya seperti pemberian bantuan dana pada lansia (usia 60 tahun ke atas) sebesar 30 dolar setiap bulannya, bantuan kepada veteran setiap bulannya 5-7 juta rupiah.
Selain itu, Pemerintah Timor Leste juga membebaskan biaya pendidikan dan kesehatan pada masyarakatnya, Belum lagi pembangunan lima rumah di setiap kelurahan dalam setiap bulannya, untuk rumah tidak layak huni .
“Pemberian bantuan yang sangat Variatif dari Pemerintah Timor Leste kepada masyarakatnya itu jelas tidak memungkinkan jika dilakukan oleh Indonesia. Mengingat jumlah populasi Indonesia yang jauh lebih besar dibanding Timor Leste ,”kata Surahman.
Dikatakan Surahman, pihaknya melihat pemerintah Indonesia memiliki visi atau frame untuk memberikan yang terbaik bagi rakyatnya jelas ada. Hanya saja jumlah populasi penduduk di Indonesia sangat besar, sementara dana yang ada cukup terbatas. Sehingga mengharuskan kita (pemerintah dan DPR-red) membuat skala prioritas.
Sejauh ini prioritas Indonesia dalam bentuk pemberian bantuan kepada mereka yang betul-betul miskin dan terkena dampak berat akibat kenaikan BBM serta bantuan-bantuan lain yang tidak bersifat konsumtif, namun produktif seperti pembinaan Bantuan Siswa Miskin (BSM), bidik misi dan lain-lain yang bertujuan untuk penguatan SDM.
Meski demikian, menurut Surahman, masyarakat Indonesia harus bersyukur dimana masyarakat Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri pun terbuka luas.
Sedangkan di Timor Leste, kesempatan masyarakat Timor Leste untuk mendapatkanpendidikan setinggi-tingginya masih sangat kecil, mengingat SDM atau tenaga pengajar di Negara yang pernah bersatu dengan Indonesia itu masih sangat kurang. Sehingga jika masyarakat Timor Leste menginginkan pendidikan yang tinggi, mereka harus hijrah ke Negara lain.
Bahkan, seperti yang diakui Virgilio Da Costa Hornai, bukan tidak mungkin subsidi yang begitu besar dari pemerintah Timor Leste kepada masyarakatnya membuat masyarakat Timor Leste menjadi lemah daya kompetisinya, sehingga cenderung kurang tergerak untuk maju. (Ayu)