Komisi III Pertanyakan SOP Penyadapan KPK
Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mempertanyakan kebijakan penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menilai penyadapan yang dilakukan komisi anti rasuah ini bukan lagi untuk mencegah terjadinya korupsi tetapi untuk menjebak seseorang.
"Saya dapat informasi telepon telah disadap dari orang dalam. Bagaimana sebenarnya proses orang boleh disadap, sejak kapan boleh disadap? Apa karena sering mengkritik KPK, saya jadi dibidik, sekarang kita mau memberantas korupsi atau membidik orang?" tanya anggota Komisi III Ahmad Yani dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/13).
Anggota Komisi III dari FPKS Abu Bakar Alhabsy juga mengaku pernah mengalami penyadapan oleh pihak yang tidak diketahuinya. Mencermati perkembangan kondisi ini ia menilai sudah saatnya prosedur penyadapan itu diatur dalam undang-undang tersendiri. "Jangan sampai kita marah sama istri saja disadap KPK," tandasnya.
Hal senada disampaikan oleh Fahri Hamzah yang baru saja ditugaskan kembali di komisi yang membidangi masalah hukum dan keamanan ini. Ia mengaku sudah sejak lama meminta SOP (Standard Operation Procedure) penyadapan yang dimiliki KPK, tetapi sampai sekarang belum diperolehnya.
"Korupsi di negara ini bukan soal kejahatan orang tetapi sistem. Jangan ambil jalan pintas seperti penyadapan itu dosa besar Pak. Bapak punya penyadapan tapi belum pernah memberikan SOP penyadapan ke kita, seharusnya aturan itu terbuka," tegasnya.
Menjawab hal ini Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan proses penyadapan yang dilakukan lembaganya dapat dipertanggungjawabkan. "KPK tidak sembarangan menyadap, semua harus melewati prosedur tetap. Kalau melakukan penyadapan liar, KPK bisa dituntut secara hukum," kata dia. (iky) foto:ry/parle