Wamenkum HAM Hanya Buat Masalah
Menyusul kasus pembakaran lembaga pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta di Medan, banyak pihak menilai Kemenkum HAM tidak optimal memperhatikan fasilitas LP. Paradigma dalam memandang para napi harus dirubah.
Demikian mengemuka dalam Dialektika Demokrasi di Press Room DPR RI, Kamis (18/7). Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani yang menjadi pembicara,mengatakan, langkah Wamenkum HAM Denny Indrayana dengan “blusukan” ke berbagai LP hanya menimbulkan masalah dan tidak membawa solusi apa pun.
Menurut Yani, Presiden salah menempatkan seorang Denny di birokrat. Dia lebih pantas di LSM, karena tidak mengerti dunia napi dan LP. “LP adalah tempat transisi, bukan tempat penyiksaan,” tandas Yani. Apa yang terjadi di Tanjung Gusta adalah imbas dari paradigma yang salah dalam memandang para napi.
Persoalan over kapasitas yang terjadi di banyak LP di Indonesia, kata Yani, selalu menjadi masalah klasik. Untuk mengatasinya adalah dengan mengeluarkan sebanyak mungkin napi dari LP dan sedikit yang masuk LP. Mengeluarkan atau membebaskan napi tentu ada aturannya. Salah satunya dengan pemberian remisi yang adil kepada para napi.
Pembicara lainnya mantanMenkum HAM Patrialis Akbar, mengungkapkan, kerja sama LP dengan beberapa kementerian pernah dilakukan. Misalnya, dengan Kementerian Kesehatansoal penanganan napi yang sakit. Mereka harus gratis bila ingin berobat. Dengan Kementerian PU, membangun kerja sama untuk membangun fasilitas air bersih dan perbaikan fasilitas lainnya.
Sebetulnya, pemerintah daerah juga telah menyediakan lahannya untuk membangun LP baru agar tidak terjadi over kapasitas penghuni LP. Sudah ada 28 provinsi yang telah menawarkan semasa ia menjadi Menkum HAM. Sementara itu pembicara lainnya Anton Medan mantan napi, mengatakan, PP No.99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan harus dicabut.
Sosialisasi PP tersebut tidak optimal dan mengundang kecemburuan sosial di LP. Sebetulnya kebijakan remisi telah membuat para napi tidak mau berbuat macam-macam selama di LP, karena berharap dapat remisi. Hanya persyaratannya kadang tidak bisa dimengerti para napi. Di sinilah peran para sipir untuk menjelaskannya. Untuk dapat remisi, napi tidak harus menajdi justice collaborator dengan Kepolisian atau Kejaksaan. (mh)foto:wy,ry/parle