Manajemen Pangan Buruk, Harga Sembako Melambung Tak Terkendali

25-07-2013 / KOMISI IV

Meroketnya harga-harga kebutuhan  pokok di pasaran sudah sangat meresahkan masyarakat. Sejumlah komoditas seperti daging, cabai, bawang dan sayur-sayuran melonjak tak terkendali ini baru pertama kali dalam sejarah, sebab sebelumnya tidak pernah setinggi sekarang ini. Beban masyarakat kian bertambah dengan kenaikan harga BBM, lebaran dan memasuki tahun ajaran baru.

Menanggapi kondisi ini. Wakil Ketua Komisi IV (bidang pertanian) DPR, Firman Subagyo  dan anggota Komisi VI (bidang perdagangan dan industry) Hendrawan Supratikno menegaskan, kondisi ini menunjukkan pemerintah tidak pernah menyiapkan secara serius pengendalian harga. "Penyebabnya jelas karena pemerintah tidak pernah menyiapkan secara serius hal-hal yang terkait dengan harga barang pangan. Akibatnya setiap tahun jelang lebaran harga naik, bahkan tahun ini naiknya gila-gilaan," tandas Firman Subagyo saat dihubungi  di Jakarta, Rabu (24/7).

 Sependapat dengan Firman anggota Komisi VI DPR Hendrawan Supratikno juga menegaskan, setiap dua bulan sebelum Lebaran harga pasti mulai naik. Ini penyakit tahunan. Siapa yang bermain? Yah spekulan," tudingnya. Hal itu bisa terjadi, menurut Hendrawan, karena buruknya manajemen pangan di Indonesia.

Padahal, lanjut Hendrawan, Komisi VI sudah mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pengamatan dan tindakan. "KPPU harus mengungkap adanya kolusi dan persekongkolan dengan pejabat. Jika ada penyelewengan, maka harus ditindak," tandas politisi Partai PDI Perjuangan ini.

Saat ditanyakan alasan pemerintah pasokan bahan makanan terhambat karena factor cuaca,   menurut Firman tidak sepenuhnya benar. Sebab, sebagai negara tropis, cuaca Indonesia tidak seekstrim Eropa dan Asia Timur. "Kalau cuaca mau disalahkan, bagaimana Eropa dan Jepang yang cuacanya lebih parah dari kita. Sekarang kan teknologi sudah maju, libatkan dong BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)," jelas Firman.

                                                                                                                        Dikendalikan Negara:

Lebih lanjut Firman mengatakan, naiknya harga bahan pokok sebelum lebaran diawali dari kebijakan pemerintah yang menyerahkan harga kebutuhan pokok pada mekanisme pasar. "Pemerintah menyerahkan semuanya pada mekanisme pasar, akibatnya kita terjebak di globalisasi ekonomi," katanya. Padahal, lanjut Firman, seharusnya kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan dikendalikan oleh negara. "Pemerintah harusnya punya lembaga ketahanan pangan yang bisa menstabilisasi harga hahan pokok, seperti peran Bulog dulu di Orde Baru," tutur Firman.

 Akibatnya, lanjut Firman, membuat timbulnya kartel di perdagangan Indonesia. Para kartel inilah yang menjadi spekulan dan bermain sehingga setiap tahun harga pangan melonjak menjelang lebaran."Ini persoalan serius. Tahun lalu para kartel itu membuat permainan di kedelai. Akibatnya pemerintah bertindak seperti kebakaran jenggot dan kemudian menurunkan pajak dari lima persen ke nol persen. Dampak dari keputusan itu adalah negara kehilangan potensi pasukan negara sebesar Rp400 miliar. Belum kerugian lain," jelas Firman.

 Saat itu, Firman mengisahkan, dirinya telah meminta pemerintah untuk berhati-hati. Sebab bisa jadi para kartel akan kembali bermain karena melihat respon pemerintah justru menguntungkan mereka. Kekuatiran tersebut, justru terjadi kembali tahun ini dan bahkan terjadi pada lebih dari satu komoditas. "Hari ini kita kembali menghadapi persoalan sama, cuma komoditasnya berbeda bahkan bertambah. Inilah perilaku kartel itu. Ini disain dari mafia pangan," tegas Firman.

 Menurut Firman, tindakan mafia ini terjadi karena adanya dukungan aparat dan pejabat. Sebab, lanjutnya, jika tidak ada dukungan dari unsur pemerintah, maka hal ini tidak mungkin terjadi setiap tahun. "Ini jelas didukung oknum aparat dan pejabat. Kalau tidak, pasti tidak mungkin seperti sekarang," katanya. Salah satu contoh, lanjut Firman, ketika usulan mengembalikan fungsi Bulog muncul, ada upaya mempersulit dari sejumlah pihak. "Ini adalah kejahatan ekonomi dimana aparat penegak hukum yang harusnya mengambil tindakan justru ikut bermain di dalamnya," ujarnya.

Baik Firman maupun Hendrawan menegaskan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang seharusnya mengawasi praktek monopoli justru tidak bergerak. "Semua seperti tidak berdaya. KPPU tinggal diam, Polisi, Jaksa ataupun KPK tidak mau turun tangan mengambil langkah-langkah. Padahal ini sudah harus diambil tindakan penyelidikan. Sebab korupsi di sini justru lebih berbahaya daripada yang lain, karena langsung berhubungan dengan kebutuhan rakyat," paparnya.

Keadaan ini diperparah dengan buruknya infrastruktur pertanian maupun jalur logistik di Indonesia. Padahal, lanjutnya, Komisi IV DPR yang membidangi pertanian telah menelurkan sejumlah UU untuk mendukung tumbunnya pertanian nasional. "Periode ini kita lahirkan UU Holtikultra, UU Pangan, UU Perlindungan Pemberdayaan Petani, dan UU lainnya. Nah pemerintah tinggal eksekusi, tapi kenyataannya tidak ada penerapan sama sekali," tutur Firman.

Pemerintah, menurut Firman, tidak melakukan tindakan khusus untuk meningkatkan produk pangan. "Tidak ada langkah pemerintah untuk menyiapkan lahan pertanian. Kondisi tanah pertanian terus memburuk, kesejahteraan petani juga tidak kunjung membaik. SDM dan teknologi pertanian tidak menunjukkan pertumbuhan signifikan. Tidak ada program nyata dari pemerintah, semua sebatas wacana," paparnya. Sementara itu, infrastruktur transportasi yang minim, membuat biaya logistik besar. Akibat dari semua itu, lanjut Firman, jadilah Indonesia menjadi importir pangan terbesar. "Meski impor saat ini jadi solusi, tapi itu baru solusi sementara, sebab akarnya bukan di situ," ujarnya.

Untuk itu, persoalan ini harus diselesaikan dari akarnya. Sejumlah langkah harus segera dilakukan. Untuk langkah awal, menurut Hendrawan, pemerintah perlu mensosialisasikan dan menenangkan masyarakat agar tidak panik dengan kondisi ini. "Harus ada himbauan, sehingga tidak adapanic buying. Jadi minta masyarakat mengendalikan diri," ucapnya.

Setelah itu, menurut Firman, pemerintah harus segera membentuk lembaga ketahanan pangan. "Jadi seperti Bulog zaman Orde Baru. Tapi jangan digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu. Tugasnya harus menstabilkan harga sehingga masyarakat tertolong," usulnya.

 

Namun untuk itu, menurut Firman, semua stakeholder terkait harus mau duduk bersama, utamanya dari pertanian dan perdagangan. Sebab, lanjut Firman, saat ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan seolah berjalan masing-masing. "Kita lihat mereka berjalan sendiri-sendiri. Semua sibuk pencitraan, tidak ada upaya riil untuk mengatasi hal ini. Padahal, masyarakat sedang susah, mereka justru sibuk ketawa-ketawa di televisi dengan para kartel itu," katanya.

Hendrawan menambahkan, dibutuhkan ketegasan untuk mengatasi persoalan kartel. Sebah, hanya dengan ketegasanlah perdagangan yang saat ini dimonopoli oleh sejumlah pihak bisa diatasi. "Ini harus ditata. Harus ada manajemen yang tegas," kata politisi PDIP tersebut. Selain itu, arus logistik harus diperbaiki segera mungkin. Sebab, hal itu akan mempengaruhi struktur biaya. " Jalan-jalan harus diperbaiki, sehingga tidak ada truk yang menginap. Ini akan menekan biaya logistik," imbuhnya. (mp,tt)foto:iw,wy/parle

BERITA TERKAIT
Importasi Ribuan Ton Beras Saat Panen Timbulkan Keresahan di Kalangan Petani
07-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Rina Saadh menyoroti beredarnya video pembongkaran ribuan ton beras impor asal Pakistan...
Apresiasi Kenaikan HPP, Ajbar Ingatkan Risiko Tengkulak
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Ajbar, mengapresiasi kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP)...
Nasib Pensiunan Pupuk Kaltim dan Jiwasraya Memprihatinkan
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menyoroti nasib para pensiunan Jiwasraya dan Pengurus Pusat Perkumpulan Pensiunan...
Komisi IV Bahas Stabilitas Harga Singkong dengan DPRD & Petani Lampung
05-02-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi IV DPR RI menerima audiensi dari DPRD Kabupaten Lampung dan Perhimpunan Petani Lampung terkait stabilitas harga...