Melonjaknya Harga Kedelai Kesalahan Pemerintah
Melonjaknya harga kedelai menyusul anjloknya nilai tukar rupiah merupakan kesalahan jangka panjang yang dilakukan pemerintah. Kecenderungan pemerintah selalu membuka impor ketika produksi pangan berbahan dasar impor kurang. Ini solusi yang tidak cerdas.
Demikian ditegaskan Anggota Komisi IV Siswono Yudo Husodo, sesaat sebelum Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (27/8). Seperti diketahui produsen tahu dan tempe banyak menghentikan produksinya, karena mahalnya harga kedelai yang kini menembus harga Rp 10.000/kg dari Rp7.500/kg.
“Ini adalah salah satu kesalahan jangka panjang yang terjadi sejak lama, di mana kita punya kecenderungan setiap kekurangan selalu impor. Akhirnya, sekarang kita menggantungkan bukan hanya kedelai impor, bawang putih dan bawang merah pun impor,” kata Anggota F-PG ini.
Pemerintah diharapkan Siswono mengambil solusi dengan meningkatkan produksi kedelai. “Produksi kedelai enggak akan mungkin meningkat kalau harganya sangat murah dan tidak menguntungkan petani,” katanya. Dahulu kita pernah kekurangan pasokan daging, lalu mengintruksikan Bulog untuk mengimpor daging. Itu bukan solusi cerdas, karena akan membebani valuta asing kita yang sudah terbatas.
“Kita semua tahu, tempe dan tahu adalah sumber protein nabati yang paling murah bagi rakyat. Jauh lebih murah darpada daging ayam yang sekarang sudah di atas Rp 20.000/kg atau daging sapi yang sekarang sudah di atas Rp 80.000/kg,” ungkap Siswono. Untuk itu, harga tahu dan tempe harus dijaga betul, karena ini adalah nutrisi yang paling murah bagi rakyat.
Idealnya, menurut Siswono, harga kedelai sekitar Rp 7000/kg. Ketika kedelai telah mencapai harga ideal, impornya harus dihalangi dengan bea masuk yang tinggi. Dengan begitu produksi kedelai di dalam negeri meningkat dan petani pun akan untung. (mh), foto : od/parle/hr.