Komisi VI Pertanyakan HPP Gula
Pemerintah masih mempertahankan harga gula berdasarkan harga patokan petani (HPP) Rp 8.100 per kg. Padahal, harga lelang Rp 8.900 per kg. HPP tersebut sangat merugikan petani tebu nasional.
Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR Atte Sugandi, Senin (7/10)di gedung DPR. “Kalau seperti ini terus yang dilakukan, nilai tambah petani itu enggak ada. Kita kejar apa dasar pembentukan HPP itu,” tandas Atte. Belum lagi ada persoalan yang tidak kalah pentingnya yang merusak harga produk gula lokal. Ada kebijakan 2,6 juta ton untuk impor gula rapinasi.
Atte menjelaskan, yang dipakai untuk industri makanan dan minuman ternyata hanya 1,8 juta ton. Sisanya, 800 ribu ton dicurigai rembes ke pasar lokal. “Nah, rembesan ke pasar itu yang akhirnya menjatuhkan harga gula lokal menjadi rendah,” kataAtte. Ini pula yang membuat para petani tebu kita marah dan berdemonstrasi ke Kementerian Perdagangan.
Saat ini, lanjut Atte, ada 11 industri gula rapinasi. Mereka memproduksi 3 juta ton gula tanpa kebun. Mereka memproduksi low sugar yang kemudian dibuat rapinasi. Gula putih rapinasi inilah yang mengganggu gula putih kristal dari petani tebu. Harganya terus jatuh. “Konyolnya lagi, pemerintah memberikan izin terhadap 10 perusahaan lagi, yang kalau dihitung produksinya bisa sampai 5 juta ton. Mau diapain?” ujarAtte penuh tanya.
Bila semua itu untuk diekspor mungkin tidak akan menimbulkan masalah apapun. Tapi, kalau pun mau diekspor, tidak jelas ke mana orientasi ekspornya. Yang pasti, bila ada penambahan izin, produksi itu rembes ke pasar. (mh), foto : odjie/parle/hr.