Perlunya Sinkronisasi RUU Panas Bumi dengan UU Lainnya

25-10-2013 / PANITIA KHUSUS

Anggota Pansus RUU Panas Bumi Irvansyah mengatakan, perlu ada sinkronisasi RUU Panas Bumi dengan UU Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup. Hal ini disampaikan sesaat sebelum berlangsungnya rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis (24/10)di gedung DPR.

Irvan mengatakan, bahwa fraksinya memandang seluruh kegiatan panas bumi agar sejalan dengan proses penyelenggaraan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun ada beberapa point penting yang harus terakomodir dalam Undang-undang tersebut.  

 “RUU inikan inisiatif Pemerintah, PDI Perjuangan sudah menyampaikan pandangan umum. Ada lima point penting, sinkronisasi antaraUU Panas Bumi dan UU Kehutanan serta UU Lingkungan Hidup,”ungkap Irvan.

Sinkronisasi antar Undang-undang ini dikatakannya sangat penting mengingat di dalam UU No.23 tahun 2003 pengusahaan panas bumi masih didefinisikan sebagai kegiatan pertambangan. Padahal dilanjutkan Irvan, berdasarkan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan pertambangan tidak diperkenankan dilakukan di wilayah hutan konservasi, melainkan hanya dilakukan di hutan lindung. Sementara itu menurut Irvan, sebagian besar pengembangan potensial panas bumi berada di wilayah hutan. Dengan demikian kedua Undang-undang tersebut akan saling bertentangan.

Ditambahkannya liberalisasi dan komersialisasi yang kemungkinan akan muncul dari kegiatan panas bumi tersebut, akhirnya dapat merugikan masyarakat, dan ini harus diantisipasi. Padahal Undang-undang Panas Bumi ini dibuat untuk mendorong ketahanan energi tanah air.

Menjawab pandangan tersebut, Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Jero Wacik mengatakan, ia sependapat dengan Pansus Panas Bumi DPR RI bahwa perlu penyelarasan RUU tentang Panas Bumi dengan peraturan lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha panas bumi, diantaranya dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, bahkan Kementerian Keuangan.

“Terkait penyelarasan RUU Panas Bumi dengan undang-undang lainnya telah dirumuskan dengan menghilangkan istilah pertambangan atau penambangan. Kegiatan panas bumi dapat dilakukan di hutan konservasi dengan harapan perubahan ini dapat mengakomodir pemanfaatan panas bumi sebagaimana yang telah dilakukan Filipina di kawasan Taman Nasional Mount Apo dengan kapasitas pengembangan sebesar 106 MW,”jelas Jero Wacik.

Sementara untuk mengantisipasi liberalisme dan komersialisasi kegiatan panas bumi yang merugikan rakyat, telah dirumuskan mekanisme pengalihan kepemilihan saham hanya dapat dilakukan setelah tahapan eksplorasi selesai dan mendapat persetujuan Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.(Ayu), foto : wahyu/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Pansus: Rekomendasi DPR Jadi Rujukan Penyelidikan Penyelenggaraan Haji
30-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI terkait penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi setelah melakukan...
Revisi UU Tentang Haji Diharapkan Mampu Perbaiki Penyelenggaraan Ibadah Haji
26-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 DPR RI mendorong adanya revisi Undang-undang Haji seiring ditemukannya sejumlah...
RUU Paten Jadikan Indonesia Produsen Inovasi
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus RUU Paten Subardi menyatakan aturan Paten yang baru akan mempercepat sekaligus memudahkan layanan pendaftaran...
Pemerintah Harus Lindungi Produksi Obat Generik Dalam Negeri
24-09-2024 / PANITIA KHUSUS
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Paten Diah Nurwitasari meminta Pemerintah lewat sejumlah kementerian agar mampu...