DPR Minta Uji Kompetensi Dokter Dievaluasi

11-12-2013 / KOMISI IX

Komisi IX DPR meminta kepada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkoordinasikan evaluasi Uji Kompetensi Retaker Khusus (UKRK).

Selain itu, evaluasi juga harus dilakukan terhadap pembiayaan, soal ujian dan maksimal pengambilan UKRK, dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hasil evaluasi ini paling lambat harus dilaporkan ke Komisi IX pada 16 Januari 2014 mendatang.

Hal ini menjadi salah satu kesimpulan RDP antara Komisi IX dengan Kepala Badan PPSDM Kemenkes, Dirjen Dikti Kemendikbud, dan RDPU dengan IDI, AIPKI, KKI, dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

“Dokter-dokter di Indonesia mengalami kesulitan untuk lulus dari Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Ini jumlahnya ribuan, padahal Badan Penyelenggara Jasa Sosial (BPJS) akan diimplementasikan pada 1 Januari tahun depan. Kami membayangkan, dibutuhkan kekuatan yang luar biasa, utamanya dibutuhkan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Bukan hanya secara jumlah atau kuantitas saja, tetapi juga kualitas harus tetap terjaga, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang merata di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf saat membuka rapat di Komisi IX, Gedung Nusantara I, Selasa (10/12).

Nova menambahkan, bagaimana kedepannya jika ada sekitar 3000 dokter lebih yang belum lulus UKDI. Karena dokter ini dibutuhkan oleh masyarakat luas. Politisi Demokrat ini menilai, para stakeholder harus bertanggungjawab terhadap hal ini.

“Ini mau dibawa kemana? Saya yakin banyak yang depresi akibat tidak jelas nasibnya retaker ini. Ada 3000 an lebih dokter yang belum lulus. Kalau mereka tidak lulus karena standar pendidikannya kurang baik, ini juga bukan salah mereka. Jika mereka tidak lulus, nantinya DIKTI yang harus bertanggung jawab. Apakah akan menjadi peneliti, atau jenjang pendidikan berikutnya. Ini harus menjadi refleksi pendidikan kedokteran di Indonesia,” tegas Nova.

Nova yakin jika para dokter dibimbing secara benar, pasti bisa lulus. Namun, jika sudah diberi bimbingan secara benar namun tidak lulus, masih tetap ada solusi untuk para dokter ini. Ia meminta, apa yang sudah diperjuangkan oleh para dokter ini jangan dihentikan.

“Sekarang yang bisa dilakukan oleh DIKTI adalah memberi sanksi kepada Fakultas Kedokteran (FK) di kampus-kampus yang menunjukkan kualitas tidak baik. Kualitas tidak baik itu bisa tampak dari rata-rata kelulusan mahasiswa FK dalam mengikuti UKDI. Sanksi harus dikembalikan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi bisa diawali dengan penurunan kuota. Bahkan, bisa juga penutupan FK tersebut sekaligus, jika kampus tidak mampu mengoperasikan FK-nya secara benar,” tambah Politisi Demokrat ini.

Dalam paparannya, Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso menyatakan bahwa UKRK sudah dilakukan pada 21 September lalu, dengan jumlah peserta 428, namun hanya lulus 44%, atau hanya 192 orang. Kemudian dilakukan UKRK lagi pada 5 Oktober, dengan jumlah 1250 peserta, dengan lulus hanya 4 orang, atau hanya 0,32%.

“Ujian UKRK akan dilaksanakan kembali pada tahun 2014 mendatang. Kami akan tetap berusaha untuk menghasilkan dokter yang bukan hanya memenuhi kuantitas saja, tetapi juga memenuhi mutu dan mengikuti proses yang ada,” ujar Djoko.

Poin lain yang menjadi kesimpulan rapat adalah Komisi IX menegaskan bahwa bahwa Konsil Kedokteran Indonesia, harus menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi retaker yang lulus UKRK dan memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh kolegium terkait.

“Selain itu, Komisi IX juga mendesak Ditjen Dikti Kemendikbud untuk secara terus menerus melakukan monitoring dan evaluasi mutu pendidikan dokter Indonesia, termasuk menerbitkan penerapan standar pendidikan kedokteran Indonesia di Indonesia yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi IX meminta Ditjen Dikti Kemendikbud untuk bertanggungjawab menyiapkan pedoman pilihan, baik pendidikan jenjang akademik lanjutan maupun penelitian,” jelas Nova. (sf), foto : naefurodji/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Netty Catat Evaluasi Program MBG: Soal Variasi Menu, Kualitas Rasa, hingga Sistem Reimburse
15-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyampaikan pentingnya evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Program Makan...
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...