UU Perindustrian Jamin Pembiayaan Industri
UU Perindustrian yang baru telah menjamin pembiayaan industri terutama bagi industri kecil menengah di Tanah Air. Kehadiran UU Perindustrian baru ini menjadi pelipur lara di tengah lesunya industri nasional. Inilah rumusan UU monumental hasil kerja keras Komisi VI untuk menggairahkan perekonomian nasional.
Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto (FPG), saat ditemui Parlementaria di ruang kerjanya, mengatakan, kebutuhan terhadap lembaga pembiayaan industri (LPI) sangat mendesak untuk menghidupkan gairah industri nasional. LPI diharapkan bisa menggantikan ketergantungan industri nasional pada dunia perbankan.
Inilah hal menarik dan responsif terhadap perkembangan industri nasional yang diatur dalam UU Perindustrian, yang baru disahkan DPR beberapa waktu lalu. Menurut Airlangga, ketergantungan pada dunia perbankan untuk pembiayaan industri sangat tidak efektif, terutama bagi industri kecil menengah. Persoalan krusial ini betul-betul mendapat perhatian serius dari Komisi VI saat membahas UU Perindustrian.
“Kalau dengan arsitektur perbankan nasional saat ini yang mengacu pada pasal convention itu, kan, pengembangan industri perbankan dihitung berbasis risiko. Karena dihitung berbasis risiko, maka seluruh perbankan Indonesia, kan, bank umum. Artinya, commercial banking, tidak ada yang industrial banking,” papar Airlangga.
Tanpa LPI, kata Airlangga, mustahil industri nasional bisa tumbuh dan berkembang. Pasal 44-48 UU Perindustrian yang baru secara khusus mengatur mekanisme pembiayaan industri. Pasal 44 ayat (2) mengatakan, sumber pembiayaan berasal dari Pemerintah, Pemda, badan usaha, dan atau orang perseorangan. Pembiayaan yang berasal dari Pemerintah atau Pemda hanya bisa diberikan kepada badan usaha milik negara atau daerah (pasal 44 ayat 3).
Sementara bantuan pembiayaan dari Pemerintah bisa juga diberikan untuk industri swasta dalam bentuk penyertaan modal, pemberian pinjaman, keringanan bunga pinjaman, potongan harga pembelian mesin, atau bantuan mesin dan peralatan (Pasal 45). Pengalokasian atau kemudahan pembiayaan bagi industri swasta, tentu dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan pembangunan industri pionir yang ditetapkan terlebih dahulu oleh ketetapan menteri (pasal 47).
Begitulah Komisi VI DPR RI merumuskan dengan cermat dan teliti UU Perindustrian tersebut demi kebangkitan industri nasional. Sebelumnya, pelaku industri nasional selalu mengeluhkan pembiayaan lewat perbankan yang berujung pada memburuknya kinerja industri itu sendiri. Betapa tidak, bunga banknya saja sudah 3% per bulan. Lalu, jangka waktu pengembalian kreditnya sekitar 4-5 tahun.
Dengan jangka waktu pengembalian yang pendek itu tentu tidak mungkin membangun industri baru. “Bangun pabrik saja 1-2 tahun, bagaimana dalam waktu 3 tahun dia bisa mengembalikan utangnya. Jadi, tidak mungkin dan mustahil. Kita lihat dengan skema yang ada ini mustahil untuk dibangun industri. Makanya, lembaga pembiayaan industri itu menjadi penting. Membangun kebun, misalnya, 4 tahun pertama enggak akan ada hasilnya,” tandas Airlangga. (mh), foto : hr/parle/naefurodji/