DPR Terima DIM RUU Pertanahan Usul Pemerintah
Komisi II DPR menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pertanahan usul dari pemerintah, Rabu, (22/1), di dalam DIM RUU Pertanahan tersebut, menurut Menkumham Amir Syamsuddin merupakan tanggapan komfrehensif pemerintah atas RUU tentang Pertanahan yang telah disusun sesuai dengan hasil rapat koordinasi dengan beberapa Kementerian dan Lembaga yang terkait dengan substansi yang terdapat dalam RUU tentang Pertanahan.
Dalam DIM RUU Pertanahan yang berjumlah 568 DIM, jelas Amir, terdapat pembagian karakteristik sebagai berikut, pertama DIM yang bersifat tetap sebanyak 241 DIM, dua DIM yang bersifat substansif sebanyak 202 DIM, DIM yang bersifat redasksional 22 DIM, DIM yang bersifat substansi baru sebanyak 92 DIM, dan DIM yang bersifat mohon penjelasan sebanyak 11 DIM.
Dalam penjelasannya dihadapan Rapat Komisi II DPR, tambah Amir, pemerintah menyadari DIM ini masih jauh dari kesempurnaan, “Untuk itu dalam kesempatan ini, Komisi II DPR RI diharapkan tetap bersedia membuka ruang diskusi dengan pemerintah guna menghasilkan kebijakan dan pengaturan yang lebih baik dibidang pertanahan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujar Amir.
Dikesempatan ini, Menkumham Amir Syamsuddin juga menerangkan mengenai hal-hal yang krusial dalam DIM RUU Pertanahan tersebut yang memerlukan pembahasan secara mendalam antara pemerintah dan Komisi II DPR.
Beberapa hal yang krusial tersebut, ujar Amir, pertama, mengenai kepastian dari RUU Pertanahan ini, apakah sebagai pengganti UUPA atau untuk mengubah UUPA mengingat beberapa substansi didalam UUPA juga perlu dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan Negara dibidang pertanahan.
Kedua, penyelesaian sengketa pertanahan dengan membentuk peradilan pertanahan, “Hal ini perlu diharmonisasikan dengan peraturan perundang-undangan dibidang kekuasaan kehakiman untuk menghindari tumpang tindih kewenangan pembentukan lembaga peradilan,” jelasnya.
Ketiga, terang Amir, hal penggunaan ruang diatas tanah dan ruang dibawah tanah, kebutuhan hukum untuk pengaturan penggunaan ruang atas tanah dan bawah tanah oleh masayarakat dan pemerintah sangat diperlukan agar memberikan kepastian hukum, pemerintah berpendapat agar substansi ini dapat dibahas secara mendalam.
Selanjutnya, ke empat mengenai, pengaturan mengenai pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang merupakan pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akte pemindahan hak atas tanah, hak pembebanan atas tanah, akte pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, penetapan luas maksimum dan minimum Hak Guna Usaha (HGU) serta hak dan kewajiban pemegang HGU dengan memeperhatikan juga HGU yang sudah dimiliki sebelum RUU ini diberlakukan, karena ketentuan yang terkait dengan hal tersebut tentunya tidak dapat berlaku surut.
Dan keenam perjanjian mengenai tanah, tanah yang bertetangga, tanah yang terlantar perlu diatur didalam UU agar dapat lebih menjamin kepastian hukum bagi masyarakat terhadap hak atas tanah serta memberikan kewenangan kepada pemerintah didalam menetapkan tanah terlantar agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kami tegaskan kembali, pada prinsipnya pemerintah untuk melanjutkan proses pembahasan RUU tentang Pertanahan dalam rapat-rapat berikutnya guna menghasilkan persetujuan bersama,” tegasnya.(nt)/foto:rizka/parle/iw.