DPR Tekankan Kepemilikan Asing Dalam Penyiaran Perlu Dilarang
Rapat Panja Penyiaran Komisi I DPR RI dg pemerintah ada "kejutan" yang disampaikan pemerintah. Pada Rapat Kerja yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan tersebut pemerintah menjelaskan tentang kesepakatan yang dilakukan pemerintah dalam kerangka kesepakatan cetak biru komunitas Bisnis ASEAN yang termasuk didalamnya bidang penyiaran sebagai salah satu alasan dari penetapan diberikannya ijin kepemilikan asing di bidang penyiaran sebesar 20 % sebagaimana diusulkan pemerintah.
Reaksi "keras" namun tetap santun langsung muncul dari kalangan Anggota Komisi I DPR RI. Fraksi PKS, Mahfudz Sidiq dengan tegas menyatakan bukan soal ada kesepakatan perjanjian atau ada UU BUMN atau UU yang mengatur investasi lainnya karena menurut Mahfudz, UU BUMN sendiri sangat liberal jadi tidak bisa kita memberikan equal treatment alias memberikan perlakuan yang sama antara penyiaran dengan bisnis lainnya. Lebih lanjut Mahfudz menegaskan perlu dilakukan kajian komprehensif terkait dengan masalah kepemilikan asing di bidang penyiaran tersebut.
"Jadi posisi DPR dengan pemerintah masih berbeda," tegasnya.
Dalam posisi pembahasan RUU Penyiaran, DPR RI mengusulkan kepemilikan asing pada bidang penyiaran 0% alias dilarang sama sekali sama seperti proteksi yang diberlakukan di negara Korea Selatan, Mexico dan Australia.
Sementara pemerintah menjelaskan telah disepakatinya cetak biru Komunitas Bisnis ASEAN (ASEAN Economic Comunity Blueprint) sebagai dalih usulan pemerintah yang membuka peluang kepemilikan asing dibidang jasa penyiaran sebesar 20 %. "Jadi 20 % itu masih jauh dari kesepakatan dalam Cetak Biru Komunitas Bisnis ASEAN," terang pemerintah.
"Kalau tentang kekhawatiran perlunya menjaga identitas bangsa kita kan memiliki KPI," imbuh pemerintah. Pemerintah menjelaskan dalam cetak biru Komunitas Bisnis ASEAN tersebut disepakati untuk membuka peluang antar negara ASEAN paling tidak 49 % di tahun 2009, 50 % ditahun 2010 dan 70 % pada tahun 2015. Sungguh sebuah peluang yang sangat fantastis sekaligus gegabah.
"Jasa penyiaran terkait dengan frekuensi dan itu adalah masalah kedaulatan. Idealnya industri yang terkait dengan kedaulatan harus bebas dari modal asing," kata Tantowi Yahya (FPG) yang menyepakati usulan Mahfudz Sidiq agar masalah penentuan diperbolehkan atau tidaknya peluang modal asing masuk dalam bidang penyiaran dikaji secara lebih mendalam.
Bahkan Mahfudz Sidiq mengusulkan agar Komisi I DPR RI membahas masalah tersebut dalam kerangka berpikir nasional security dengan mengundang berbagai stake holder yang terkait dengan masalah national security.(mp)/foto:iwan armanias/parle/andri*