RUU Keinsinyuran Minimalisir Malpraktek Kegiatan Keteknikan
Penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Keinsinyuran dilatarbelakangi dari banyaknya kasus malpraktek dalam kegiatan keteknikan. Diharapkan, dengan adanya RUU ini, dapat meminimalisir bentuk malpraktek yang merugikan masyarakat.
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Keinsinyuran Rully Chairul Azwar didampingi oleh Wakil Ketua Pansus Roestanto Wahidi dan Alimin Abdullah. Konferensi pers berlangsung di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Gedung Nusantara I, Selasa (4/02), dan dihadiri oleh beberapa media nasional.
“Penyusunan RUU Keinsinyuran ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya banyaknya kasus malpraktek dalam kegiatan keteknikan. RUU ini mengatur pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan proses dari seorang sarjana teknik menjadi insinyur yang kompeten untk bekerja memikul tanggung jawab keselamatan dan keamanan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan,” jelas Rully.
Selain itu, tambah Rully, jumlah sarjana teknik yang masih rendah dibanding negara lain, dikhawatirkan tenaga asing akan memenuhi tenaga sarjana teknik Indonesia, apalagi menjelang Asean Economic Community 2015.
“Jumlah sarjana teknik Indonesia rendah dibanding negara lain. AEC 2015 sebentar lagi akan berlaku, jika tidak jumlah tidak ditingkatkan, tenaga asing akan memenuhi kebutuhan pembangunan Indonesia, karena semakin terbukanya jasa keinsinyuran,” imbuh Politikus yang juga Anggota Komisi X ini.
Politisi Golkar ini juga menilai, profesi insinyur di Indonesia masih memiliki banyak cabang, namun belum tertata dengan baik. Sehingga, jika tidak dilindungi oleh aturan perundangan, pada era berlakunya AEC 2015 nanti, insinyur Indonesia akan semakin terdesak.
“Saat insinyur asing bekerja di Indonesia, gajinya jauh lebih tinggi dibanding gaji insinyur Indonesia. Padahal kemampuannya belum tentu lebih tinggi daripada insinyur kita,” ujar Politisi asal Dapil Bengkulu ini.
RUU ini berisi 15 Bab, dan terdiri dari 55 Pasal. Salah satu amanah dalam RUU ini adalah pembentukan lembaga baru, yakni Dewan Insinyur Indonesia (DII), yang nantinya akan bertugas melakukan uji kompetensi dan mengawasi profesi insinyur.
“Sedangkan, untuk insinyur asing yang bekerja di Indonesia, harus mengikuti uji kompetensi. Atau jika dia sudah memiliki sertifikasi profesi profesi, akan disetarakan lebih dahulu,” tambah Rully.
Rully menjelaskan, RUU Keinsinyuran merupakan inisiatif DPR sejak 2012 dan sudah dibahas sselama dua kali masa persidangan, dan saat ini sudah selesai pembahasannya.
“Pansus menargetkan, RUU Keinsinyuran ini bisa disetujui pada Persetujuan Tingkat I di Pansus pada minggu depan. Dan minggu berikutnya bisa disetujui untuk menjadi Undang-undang pada Rapat Paripurna,” jelas Rully.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rudianto Handojo menyambut baik RUU Keinsinyuran ini. Dengan adanya RUU ini, diharapkan profesi insinyur akan terlindungi.
“Karena tidak ada UU yang mengatur profesi insinyur ini, mengakibatkan profesi ini tidak dilindungi dan remunerasi menjadi rendah Kalau ada UU Keinsinyuran, setiap resiko dianggap dilindungi, dan bukan hanya penyetaraan pendidikan, juga penyetaraan perlindungan. Selain itu, UU ini juga mengatur soal tenaga insinyur asing, sehingga komposisi insinyur Indonesia akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, karena ini masalah tanggung jawab keselamatan dan keamanan,” ujar Rudianto. (sf)/foto:iwan armanias/parle/andri*