Pembebasan Corby Tidak Seirama Dengan Pemberantasan Narkoba

11-02-2014 / KOMISI I

Pembebasan bersyarat bagi terpidana narkoba asal Australia Schapelle Leigh Corby cukup menuai banyak kritik. Publik menilai pemerintah lemah terhadap kejahatan narkoba, dan tidak sesuai dengan tekad Indonesia untuk bersih dari narkoba.

Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai pembebasan wanita yang dijuluki Ratu Mariyuana itu tidak melihat kondisi rakyat Indonesia.

“Pemberian klemensi atau grasi bahkan pembebasan hukuman itu adalah hak prerogatif dari Presiden yang telah diatur oleh konstitusi. Tapi bagi saya, ketika Presiden memberikan pembebasan itu kok tidak membaca suasana hati dan situasi kebatinan rakyat kita,” jelas Tantowi sesaat sebelum Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Selasa (11/02).

Politisi Golkar ini menambahkan, dengan pembebasan Corby ini mengindikasikan pemerintah tidak tegas dalam memberantas penyalahgunaan narkoba. Bahkan, ini juga melukai masyarakat Indonesia.

“Ada ketidaksinkronan antara upaya kita melalui Badan Narkotika Nasional untuk secara tegas memberantas penyalahgunaan narkoba termasuk didalamnya adalah penyelundupnya. Tetapi disisi lain kita malah membebaskan gembongnya, nah inikan tidak sinkron dan mengusik perasaan kita. Tiba-tiba dalam situasi seperti ini Presiden memberikan suatu keputusan yang menurut saya tidak berangkat dari suasana hati kita semua,” kataTantowi.

Politisi asal Dapil Sumatera Selatan ini menambahkan, keputusan yang dibuat Pemerintah Indonesia ini sangat menguntungkan Pemerintah Australia. Sehingga, membuat Perdana Menteri Australia semakin tinggi nilainya.

“Keputusan ini sangat menguntungkan Pemerintah Australia karena salah satu tugas besar kepala negara adalah menyelamatkan nyawa dari warga negaranya yang terancam hukuman dari negara lain. Nah sekarang dengan keputusan seperti ini, Perdana Menteri Tony Abbott semakin tinggi nilainya dimata rakyat mereka, sementara kita sendiri semakin terpuruk,” imbuh Tantowi.

Di kesempatan yang sama, hal berbeda disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat. Ia melihat, pembebasan Corby sudah memenuhi syarat, karena Corby sudah menjalani hukuman penjara lebih dari separuh dari total hukuman yang diterimanya.

“Apanya yang salah? Dia sudah menjalani hukuman 10 tahun. Dia kan sudah dihukum. Sekarang status dia masih tahanan. Tapi karena dia sudah menjalani hukuman penjara, lebih dari separuh, dia bisa mendapat tahanan kota. Apa yang salah?” tanya Martin kepada media yang mewawancarainya.

Politisi Gerindra ini menilai¸ kasus ini hanya dibesar-besarkan. Padahal kasus kejahatan narkoba cukup banyak terjadi di Indonesia.

“Kemarin yang mendapat pembebasan bersyarat kan cukup banyak, lebih dari 1.000 orang. Lalu, seberapa banyak yang kasus narkoba? Ya banyak. Kenapa (kasus Corby) mesti diributkan? Apa karena dia cantik? Atau karena dia orang asing? Ini kan hanya dibuat besar oleh media,” tukas Politisi asal Dapil Sumatera Utara ini. (sf)/foto:iwan armanias/parle.

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...