IDRIS LAENA (F-PG) : PRIHATIN BESARNYA IMPOR GULA INDONESIA

05-11-2009 / KOMISI VI

            Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Idris Laena merasa  prihatin terhadap kondisi Pertanian di Indonesia sampai saat ini, meskipun Indonesia Negara pertanian namun kebutuhan pokok masyarakat sebagian besar masih dipenuhi melalui impor seperti impor Gula. 

            Hal itu diungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Faruk Bakrie yang dipimpin Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto (F-PG) didampingi wakil ketua Agus Hermanto (F-PD), Aria Bima (F-PDI Perjuangan) dan Nurdin Tampubolon (F-Hanura), di Gedung Nusantara I, Kamis (5/11).

            Dia mengatakan, apabila dibandingkan antara produk nasional kita dengan yang berbasis impor ternyata kapasitas olah pabrik gula rafinasi mencapai 3,2 juta ton. Artinya, kita lebih cenderung untuk mengimpor dibandingkan untuk mengolah pabrik sendiri, memperbaiki atau merevitalisasi pabrik sendiri.

            Menurutnya, kecenderungan impor bagi pengusaha merupakan hal lumrah artinya impor tersebut menguntungkan dibandingkan produksi. "Sebagai Pengusaha tentu akan mencari profit, namun yang menjadi masalah apabila hal tersebut dilakukan terus-menerus tanpa adanya solusi," katanya. 

            Dia menambahkan, perlu dibicarakan secara pasti berapa biaya impor ideal sehingga produksi nasional Indonesia dapat lebih meningkat.

            Ia menilai, pabrik gula yang ada di Indonesia ini sudah tua-tua bahkan dibuat sebelum  zaman kemerdekaan. "Kalau memang bisnis ini menguntungkan saya kira kita semua berlomba-lomba untuk membuat pabrik gula. Tapi karena tidak menguntungkan jadi buat apa, toh kita impor lebih menguntungkan," katanya.

     Menurut Idris Laena, perlu ada tata niaga gula dan tata niaganya itu harus dipetakan. Jadi dapat diketahui secara pasti berapa sebetulnya  kebutuhan gula untuk kebutuhan konsumen dan kebutuhan pabrik (kebutuhan konsumsi dan kebutuhan produksi).

Sementara Ketua Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Faruk Bakrie dihadapan anggota Komisi VI menjelaskan dalam paparannya, kebijakan proteksi antara lain mencakup pemberlakuan tarif bea masuk, pembatasan impor secara ketat dengan hanya memberikan lisensi kepada produsen, adanya harga pokok penyanggaan (floor price) atas gula petani dan tersedianya dana talangan bagi petani selama gula belum terjual.

Faruk bakrie menambahkan, sesuai dengan kesepakatan dalam AFTA, gula masuk ke dalam highly sensitive list. Indonesia masih bisa memproteksi gula dengan instrument tarif bea masuk yang saat ini diperbolehkan mengenakan bea masuk untuk white sugar 40 persen dan raw sugar 30 persen, dan turun secara gradual sehingga pada tahun 2015 masing-masing tinggal 10 persen dan 5 persen.

Strategi yang harus dilakukan adalah meningkatkan produktivitas (khususnya yang berasal dari faktor rendemen) sehingga secara bertahap harga pokok produksi (unit cost) juga menurun. “Untuk melaksanakan strategi tersebut diperlukan kebijakan, baik yang bersifat promosi maupun proteksi,” ujarnya.

Dalam hal pengaturan tata niaga, saat ini yang diatur melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.643 yang kemudian disempurnakan dengan No.527/MPP/Kep/9/2004 dengan kondisi saat ini, secara substansial masih relevan untuk melindungi petani dan industri gula berbasis tebu dalam negeri, jelasnya.(Iw)

BERITA TERKAIT
Terima Audiensi Forkopi, Gobel Dukung Koperasi Soko Guru Perekonomian
30-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Rachmat Gobel mendukung pembenahan berbagai faktor dalam menentukan masa depan koperasi Indonesia...
Jelang Puasa, Kemendag Harus Stabilkan Harga dan Ketersediaan Minyakita
28-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyatakan keprihatinannya terhadap kenaikan harga Minyakita yang terus berada di...
Jelang Ramadan, Nasim Khan: Pemerintah Perlu Turunkan Harga Minyakita di Pasaran
27-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Sebulan menjelang bulan Ramadan, harga sejumlah bahan pokok termasuk Minyakita masih tinggi. Anggota Komisi VI DPR RI...
Revisi UU BUMN, Langkah Strategis DPR RI untuk Atasi Tantangan Kinerja dan Tata Kelola
23-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi VI DPR RI terus berupaya menuntaskan tantangan soal kinerja dan tata kelola Badan Usaha Milik Negara...