KPI DIMINTA LEBIH FOKUS PERHATIKAN SIARAN TELEVISI
Sejumlah Anggota Komisi I mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih memperhatikan siaran televisi. Perhatian KPI terutama ditujukan pada jam tayang dimana banyak anak dibawah umur menonton tayangan dan jam tayang yang bersamaan dengan waktu belajar. Hal itu terungkap saat Komisi I Rapat Dengar Pendapat dengan KPI di ruang rapat Komisi I yang dipimpin Ketua Komisi Kemal Azis stamboel, Rabu (11/11).
Anggota Komisi I dari F-PKS yang juga mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendesak supaya KPI memperhatikan jam tayang antara pukul 7 sampai dengan 9. Menurutnya di sejumlah stasiun televisi, pada jam tersebut sering diadakan siaran langsung yang dihadiri sejumlah anak usia sekolah di pusat perbelanjaan maupun mal.
”Seharusnya jam tersebut para pelajar itu ada di sekolah,” katanya.
Ia menegaskan bila hal itu terus berjalan akan mengganggu konsentrasi belajar siswa.
Menurut Hidayat, kehadiran KPI telah memberi warna dalam kualitas penyiaran. Meskipun dengan sumber daya manusia yang terbatas dan begitu banyak stasiun televisi yang harus diperhatikan, namun keberdaan lembaga itu telah membantu dalam mengontrol mutu siaran.
”Kita sangat menyadari penyiaran yang dilakukan kurang lebih dua belas stasiun televisi menjadi tugas yang sangat berat bagi KPI,” ujarnya.
Untuk lebih mengoptimalkan tugas KPI, Hidayat mengusulkan supaya lembaga itu juga menjalin kerjasama dengan masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan membuka hotline untuk pengaduan, baik melaui sms, e-mail, telepon maupun PO. Box.
”Saya yakin masyarakat akan memberi apresiasi kepada KPI,” katanya.
Max Sopacua (F-PD) dalam pertemuan itu menilai televisi mempunyai pengaruh sampai sebesar 90% kepada masyarakat. ”Terutama yang dibawah umur,” katanya.
Max juga mempertanyakan standar penyiaran oleh KPI khususnya dalam hal informasi. ”Bagaimana informasi yang disajikan dapat jadi panutan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu rekan satu fraksi Max Sopacua, Hari Kartana menyoroti soal permasalahan yang tengah dialami TPI. Ia berharap bila memang nantinya TPI diputuskan pailit maka penggunaan frekuensi yang dimiliki tidak dapat dipindah dengan mudah.
”Frekuensi tidak bisa dipindahkan dari perusahaan ke perusahaan lain,” katanya.
Ia menegaskan supaya hal itu juga dipertanyakan bila akhirnya TPI diputuskan pailit. ”Saya minta KPI mempertanyakan kepada TPI bila nanti dipailitkan,” katanya.
Dalam pertemuan itu, KPI menjelaskan terus memantau proses hukum TPI yang terus berlangsung. Menurut KPI, bila keputusan pailit dikenakan kepada TPI akan membuat rumit dikemudian hari, terutama dalam hal aset, karena tidak semuanya dimiliki perusahaan. (bs)