Komisi IX Temui Gubernur DIY
Keputusan Pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terkesan terburu-buru. Sehingga kurang mempertimbangkan aspek yang lain salah satunya penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) yang sudah ditetapkan sebelum kenaikan harga BBM.
“Revisi UMK tidak bisa dilakukan begitu saja, tetapi harus melalui tahapan, termasuk survey ulang KHL. Seandainya ingin direvisipun tidak bisa hanya di satu atau dua daerah, sebaiknya UMK di Seluruh Provinsi Indonesia, sehingga membutuhkan proses yang cukup lama yaitu sekitar satu tahun.
Dalam kondisi seperti sekarang ini Presiden harus mengambil sikap dan solusi, bagaimana agar dampak dari kenaikan harga BBM tidak terlallu terasa bagi industri dan buruh,” ujar Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi seusai bertemu dengan Gubernur DIY dalam acara kunjungan spesifik Komisi IX DPR ke DIY, Senin (1/12) lalu.
Menurut Dede, dampak kenaikan harga Bahan bakar Minyak (BBM) bersubsidi sempat dikeluhkan sejumlah pihak, untuk itu dalam waktu dekat pihaknya akan minta penjelasan kepada Presiden Jokowi melaui Menterinya, termasuk yang berkaitan dengan kejelasan pengalihan subsidi BBM. Tindakan itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran.
Dampak lain, kata Pimpinan Komisi IX ini, mMasalah transportasi adalah komponen yang cukup penting bagi buruh yang nilainya mencapai seperlima dari angka Kebutughan Hidup Layak (KHL). Untuk itu Pemerintah tidak bisa lepas begitu saja, karena dampak dari kenaikan BBM bersubsidi cukup memberatkan buruh. Sementara itu untuk memperbaiki UMK sulit dilakukan karena keterbatasan waktu.
Komentar serupa juga dikemukakan Gubertnur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Menurutnya, UMK di DIY tidak mungkin direvisi, pasalnya sudah diumumkan dan seandainya ingin dilakukan revisi membutuhkan waktu yang lama dan cukup panjang. (hr) foto: Eka Hindra/Parle/od