Komisi V DPR Bahas Penanganan Kecelakaan Pesawat Air Asia
Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan melakukan Rapat Dengar Pendapat, guna membicarakan Perkembangan Penanganan Kecelakaan Pesawat AirAsia QZ 8501 yang terjadi pada tanggal 28 Desember 2014.
Rapat tersebut, dihadiri Kepala Badan SAR Nasional, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Direktur Utama Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), Direktur Utama PT.Angkasa Pura I, Ketua Indonesia Slot Coordinator (IDSC), dan Direktur Utama PT.Indonesia AirAsia, Selasa (13/1), di Gedung Parlemen, Jakarta.
Ketua Komisi V Fary Djemi Francis yang memimpin rapat tersebut menegaskan, DPR memerlukan informasi yang lebih komprehensif dari Pemerintah mengenai perkembangan penanganannya. Dengan demikian Dewan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dapat memperoleh gambaran yang cukup jelas mengenai hasil penanganan yang telah dilaksanakan serta langkah-langkah kebijakan selanjutnya yang akan dilakukan.
“ Selama ini di kalangan Dewan dan masyarakat telah berkembang berbagai isu dan kesimpangsiuran informasi yang berhubungan dengan tugas masing-masing lembaga instansi yang terkait dengan kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501,” katanya.
Komisi V kata Fary Djemi Francis, mengharapkan penjelasan terkait target waktu pencarian dan evakuasi korban oleh Basarnas sebagaimana ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014. Diantaranya menyebutkan bahwa pelaksanaan operasi pencarian pertolongan dilaksanakan dalam jangka waktu 7 hari dan dapat di perpanjang dan atau dibuka kembali jika terdapat informasi baru dan tanda-tanda mengenai indikasi ditemukan lokasi dan korban kecelakaan.
Selain itu juga, terdapat permintaan dari perusahaan atau pemilik pesawat udara atau kapal dan atau terdapat perkembangan baru berdasarkan evaluasi koordinator misi pencarian dan pertolongan terhadap pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.
Mengingat memasuki hari ke-16, Fary menyampaikan dengan mempertimbangkan kondisi alam yang dihadapi di lapangan, apakah operasi pencarian dan evakuasi korban masih bisa dilakukan secara efektif. Selain itu perlu dipertimbangkan pula besarnya anggaran yang harus ditanggung oleh negara untuk mendukung pelaksanaan operasi pencarian dan evakuasi korban AirAsia tersebut.
Sedangkan terkait dengan BMKG, bagaimana sebenarnya prosedur dan mekanisme yang ideal untuk penyampaian informasi cuasa kepada maskapai penerbangan. Apakah memang diperlukan prosedur breafing office dengan BMKG atau pilot cukup memperoleh data dan informasi dari internet.
Ditanyakan pula apakah Air Asia memang melanggar izin terbang untuk rute Surabaya-Singapura, kemudian tidak dilakukannya breafing office pilot dengan Fight Opetarion Operator (FOO) akibat kurangnya personil FOO dan pilot yang mengunduh informasi cuaca melalui internet. Selain itu bagaimana proses penyelesaian klaim asuransi bagi para korban yang merupakan kewajiban maskapai penerbangan.
Yang terkait dengan LPPNPI Indonesia Airnav, Komisi V mempertanaykan apakah LPPNPI sudah mempunyai Plan fight Pilot AirAsia QZ8501. Sampai berita ini ditayangkan, Rapat masih berlangsung guna mendengarkan penjelasan dari instansi terkait.(as), foto : riska arinindya/parle/hr.