Perangi Narkoba, Suatu Keniscayaan Karena Sudah Darurat

20-01-2015 / KOMISI I

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, munculnya reaksi sejumlah negara yang warga negaranya dieksekusi hukuman mati atau yang akan menyusul dieksekusi,  hal itu masalah kedaulatan hukum dan politik. “ Bagi Indonesia perang terhadap narkoba suatu kenistayaan,  karena situasinya sudah darurat narkoba. Indonesia bukan lagi negara transit akan tetapi sudah dikirim  menjadi negara produsen untuk narkoba,” katanya sebelum menghadiri Rapat Paripurna DPR Selasa (20/1).

Mahfudz menegaskan, sikap konsisten dan sikap tegas pemerintah yang sudah diambil ini, harus terus ditunjukkan apapun reaksi politik dari negara-negara tersebut.

Yang paling penting, lanjut politisi PKS ini, bagaimana pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri terus melakukan komunikasi diplomasi yang baik, sehingga mereka dapat memahami posisi Indonesia. Kalau setelah itu,  mereka akan tetap bereaksi keras itu merupakan konsekuensi yang harus berani tanggung oleh pemerintah.

Bahkan menurut dia, terlalu naïf kalau satu negara kemudian mengurangi bobot hubungan bilateralnya atau bahkan memutus hubungan bilateral,  hanya karena gara-gara ada warga negaranya yang terlibat tindak pidana kriminal luar biasa dan dieksekusi di negara lain.

Meski demikain, Indonesia juga harus siap kalau suatu waktu ada warga negaranya yang terlibat kasus narkoba dan misalnya harus dihukum mati di negara yang lain. “ Berarti kita juga harus siap, meskipun kita akan terus melakukan upaya-upaya pembelaan secara hukum dan politik,” ia menambahkan.

Menurut Pimpinan Komisi yang membidangi luar negeri, dalam praktek diplomasi  penarikan Duta Besar itu ada beberapa tingkatan. Pertama untuk pemanggilan konsultasi, dan yang kedua adalah untuk penarikan sementara, dan yang ketiga adalah tingkat tertinggi pemutusan hubungan diplomatik.

Yang dilakukan oleh negara Belanda dan Brasil, ujar Mahfudz,  sebetulnya lebih memberikan pulang untuk konsultasi, hal ini merupakan praktik yang biasa dilakukan dalam diplomasi. Dan hal ini tidak usah terlalu dipersoalkan, karena dianggap wajar dan kita juga akan melakukan hal yang sama apabila ada warganya yang terlibat kasus seperti ini.

Pemerintah sudah benar sepanjang bisa menjaga konsistensi, akan tetapi jika konsistensinya tidak bisa dijaga misalnya dengan Australia, Cina, dan Amerika maka pemerintah sekarang sedang menggali kuburannya sendiri. “ Jika pemerintah tidak konsisten dengan segera Indonesia akan dituduh diskriminatif  dalam penegakan hukum,” ungkap Mahfuzd Siddiq. (spy), foto : naefurodjie/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...