Komisi VII DPR yang membidangi sektor energi mempertanyakan dasar keputusan pemerintah menaikkan harga BBM Rp. 500/liter.
"Bayangkan, diumumkan hari ini harga kebutuhan pokok naik. Belum lagi kenaikan lain, listrik dan lainnya. Walaupun ini menyangkut hak pemerintah penentuan harga. Kita setuju. Tapi persoalannya ini timing," kata Anggota Komisi VII DPR, Supratman Andi Agtas (Fraksi Gerindra) saat Raker dengan Menteri ESDM Sudirman Said, di Gedung Nusantara I, Senin (30/3).
Sementara, Anggota Komisi VII DPR Aryo PS. Djojohadikusumo mempertanyakan mengenai harga BBM non subsidi di Indonesia. "Harga Pertamax Ron 92 itu 8900 rupiah/liter sementara di Malaysia harga Ron 95 itu ditetapkan 1.95 ringgit malaysia atau sekitar 6900 rupiah. jadi kita meminta penjelasannya Menteri ESDM dan perwakilan Pertamina,"jelasnya.
Anggota Komisi VII DPR Kurtubi dari Partai Nasional Demokrat mengatakan, Komisi VII sangat kecewa dengan kinerja Pertamina, dimana seharusnya perusahaan tersebut melakukan efisiensi dengan serius. "Seharusnya di stop kontrak yang melewati pihak ketiga. Pertamina bisa beli langsung kepada negara produsen minyak misalnya dengan Anggola yang menetapkan harga dibawah MOPS,"jelasnya.
Dia menegaskan, seharusnya perlu dipertimbangkan penurunan pajak BBM sehingga harga BBM subsidi bisa turun. "Perlu dipertimbangkan penurunan pajak BBM, sementara Peraturan Menteri,dan Kepres yang mengatur evaluasi harga satu bulan lebih baik menggunakan harga stabil sekali setahun menggunakan harga crude, Dollar di APBN,"ujarnya. (Sugeng), foto : andri/parle/hr.