Pansus Pelindo DPR Himpun Masukan Pakar Ekonomi
Pansus Pelindo II DPR kembali mengundang Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Fahmy Radhi di ruang Pansus C, Gedung DPR Senayan, Selasa (19/01). Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) digelar untuk mendengarkan masukan – masukan dari para ahli sebelum mengambil keputusan yang berkaitan dengan perpanjangan kontrak paket Jakarta International Container Terminal (JICT).
Pada acara yang dipimpin Ketua Pansus Rieke Diah Pitaloka, Fahmy mengutarakan beberapa pendapatnya. Menurutnya, pergantian kekuasaan dari SBY ke Jokowi yang diiringi oleh pergantian kabinet turut mempermudah RJ Lino untuk melakukan perpanjangan konsesi JICT. Hal tersebut didukung dengan diterbitkannya Izin Prinsip oleh Menteri BUMN Rini Soemarno tentang perpanjangan kontrak yang menjadi dasar bagi Lino untuk memperpanjang kontrak sepihak tanpa adanya pemberian konsesi dari Kementerian Perhubungan.
“RJ Lino telah melanggar keputusan Menteri BUMN No. 101 – 102/MBU/2002 tentang Penyusunan RKAP, RJPP, dan RKAP, sedangkan keputusan perpanjangan tidak tercantum dalam RJPP dan RKAP Pelindo II dan Peraturan Menteri BUMN No.06/MBU/2011 karena perpanjangan kontrak dilakukan pada 2014, yakni 5 tahun sebelum kontrak berakhir,” jelas Fahmy.
Keanehan lainnya , kata Fahmy, adalah nilai Kontrak JICT yang telah diperpanjang oleh Lino hanya US$ 215 juta yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai jual pada tahun 1999 sebesar US$ 245 juta. Sedangkan jika dihitung dari nilai perusahaan yang dianggap Lino profitable, semestinya nilai saham perusahaan pun meningkat bukannya menurun.
Ditambah lagi tidak dilakukannya tender secara terbuka sehingga memungkinkan harga yang ditetapkan dalam perpanjangan kontrak JICT 2015 tidak optimal jika dibandingkan 20 tahun lalu sedangkan komposisi kepemilikan saham tidak berubah.
Menanggapi pernyataan tersebut, anggota Pansus H. Refrizal (F-PKS) menekankan, seharusnya Fahmy Radhi yang juga mantan Anggota Tim Anti – Mafia Migas akan lebih baik jika tidak hanya beropini. “ Jika memang ada pelanggaran hukum sebaiknya faktanya disampaikan kepada kita karena masing – masing pihak memiliki dalil, sehingga nanti akan diuji kebenarannya. Yang terpenting kita tidak ada tendensi apa – apa, tendensi kita adalah kepentingan bangsa dan negara,” ujar Refrizal. (ann,mp), foto : arief/parle/hr.