Terorisme Tidak Bisa Dikendalikan Sepenuhnya
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengundang International Centre for Counter-Terrorism (ICCT) yaitu lembaga independen Penanggulangan Terorisme International Belanda guna mendiskusikan aksi teror yang saat ini masih menjadi pusat perhatian international.
“Satu hal yang menarik yaitu seluruh negara sudah melakukan tindakan represif dalam melakukan upaya pemberantasan terorisme, tetapi terorisme tetap saja tidak bisa dikendalikan sepenuhnya,” ujar Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas saat memimpin dialog terkait RUU Terorisme di Gedung Parlemen, Senayan, Rabu (17/02) sore.
Christophe Paulussen, anggota Dewan Eksekutif Perhimpunan Hukum International Belanda serta salah satu peneliti di Pusat Penanggulangan Terorisme International, mengutarakan beberapa hal yang menjadi motivasi seseorang untuk terlibat aksi terorisme. Diantaranya ialah tindakan diskriminatif yang dialami seseorang baik dalam dunia pekerjaan maupun pergaulan hingga merujuk pada eklusi sosial.
Ditambahkan Christophe Paulussen, faktor lainnya yang memotivasi masyarakat dalam terorisme atau yang biasa dikenal dengan istilah Foreign Terrorist Fighters (FTF) ialah permasalahan ekonomi serta latar belakang pendidikan. Dimana seseorang tidak punya tujuan hidup yang berdampak pada pencarian jati diri atau identitas.
Seperti halnya di Maroko dan Tunisia, salah satu negara yang diteliti oleh ICCT, dari 6.000 FTF yang bergabung dalam perekrutan terorisme, mayoritas ialah pengangguran dan beberapa lainnya sudah bekerja tetapi mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih rendah dari kapasitasnya atau tingkat pendidikanya sehingga mudah terpengaruh dengan paham radikalisme.
Selanjutnya, Ketua Baleg Supratman Andi Atgas mengatakan bahwa untuk mencegah terorisme memang diperlukan tindakan deradikalisasi melalui edukasi dini (radicalization awareness) sehingga ajaran-ajaran yang mengandung paham radikal bisa dipangkas sejak usia dini.
“Penanggulangan terorisme sebaiknya bukan hanya dari sisi penindakan (reakitf) pasca teror melainkan langkah pencegahan (preventif) seperti yang diamanatkan dalam revisi Undang – Undang Terorisme,” kata Politikus Gerindra ini.
Sementara itu, anggota Baleg Aria Bima juga menegaskan bahwa diperlukannya payung hukum dalam proses pencegahan yang akan mengatur bagaimana aparat negara menangani terorisme. Sehingga dalam proses pencegahan maupun penindakan aspek yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia tetap diutamakan. (ann,mp)/foto:runi/parle/iw.