Banyak UU Yang Tidak Diimplementasikan

13-04-2016 / BADAN LEGISLASI

Evaluasi dan pemantauan terhadap Undang-undang merupakan tugas baru yang diamanatkan dalam UU MD3 kepada Badan Legislasi (Baleg). Ini menjadi penting karena ada sebuah Undang-undang (UU) yang belum dijalankan oleh DPR selaku badan legislasi.

 

“Hal ini juga diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesai (IKAHI) yang mengatakan bahwa banyak Undang-Undang (UU) setelah diundangkan ternyata tidak diimplementasikan termasuk sanksi-sanksi yang telah diamantkan oleh UU,”ujar Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/4/2016). 

 

Menyikapi hal ini Firman mengatakan, ada tiga Undang-undang (UU) yang penting untuk di evaluasi, pertama mengenai UU Pangan karena hampir setiap tahun bangsa ini dihebohkan dengan persoalan-persoalan import bahan pokok, kemudian kita dihebohkan lagi dengan adanya persoalan-persoalan tidak terserapkan produksi nasional.

 

Selain UU Pangan, yang menjadi sorotan adalah UU mengenai Narkoba yang perlu di evaluasi karena dianggap masih lemah oleh penegak hukum. Bahkan Badan Narkotika Nasional (BNN) menilai saat ini di Indonesia statusnya sudah ‘darurat narkoba’. 

 

“Aparat penegak hukum mengatakan UUnya masih lemah tetapi, sampai sekarang tidak pernah ada inisiatif dari pemerintah untuk merevisi. Oleh karena itu kami menginisiatif mengundang aparatur hukum dan instansi terkait untuk menanyakan dimana letak kelemahannya, apa yang harus diubah dan harus seperti apa, dan nanti baru kita susun mengenai draf revisi UUnya,” tegasnya.

 

Selanjutnya, Undang-undang yang perlu direvisi mengenai masalah kebakaran hutan, karena Undang-undang no 41 tentang Kehutanan dirasa masih lemah terhadap pelaku pembakaran hutan, sanksi yang diberikan sifatnya hanya sanksi administratisi. Apalagi isu kebakaran hutan sudah menjadi isu politik sampai ke tingkat internasional bahkan sekarang ini sudah masuk ranah yang tidak sehat.

 

“Adapun UU no 18 tentang pencegahan kawasan hutan, sanksi yang sangat mengikat dan sampai kepada penyitaan aset bagi inisiator kerusakan hutan akibat penambangan, pembakaran liar. Dalam UU ini sayangnya tidak ada salah satu pasal yang mengatur tentang kerusakan hutan akibat kebakaran,”kata Firman  

 

Perlu dibuat sebuah regulasi yang betul-betul dibutuhkan oleh semua pihak. Tiga UU ini merupakan satu langkah awal kita untuk melakukan evaluasi dan pemantauan  UU sehingga kedepan kita mempunyai UU yang lebih berkualitas dan lebih berbobot dan konsisten. (rnm,mp)/foto:jayadi/parle/iw.

 

 

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...