RUU Pertembakauan Bukan RUU Rokok
Wakil Ketua Pansus RUU tentang Pertembakauan Bambang Haryadi, foto : suciati/hr
Wakil Ketua Pansus RUU tentang Pertembakauan Bambang Haryadi menyatakan RUU Pertembakauan bukan RUU Rokok. "Saya pernah menyampaikan, ini RUU Pertembakauan bukan RUU Rokok. Karena kami DPR sering diserang bahwa kami ingin menggoalkan RUU terkait industri rokok," kata Bambang dalam paparan saat pertemuan Tim Pansus RUU Pertembakauan dengan Direksi PT. Gudang Garam Tbk di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (08/2/2018)
Harus diakui, lanjut politisi Gerindra ini, bahwa pengguna tembakau terbesar saat ini adalah industri rokok. Namun dalam perjalanan pembahasan RUU ini, Pansus mendengar dari para ahli yang diundang Pansus Pertembakauan menyampaikan, bahwa tembakau adalah salah satu bahan baku pembuatan insulin. "Saat ini penderita diabetes sangat tinggi di Indonesia dan sampai saat ini Indonesia masih impor insulin," ungkap Bambang.
Dalam kesempatan tersebut anggota dewan dari dapil Jawa Timur ini mengajak untuk menyadarkan masyarakat, bahwa ada sisi positif dari manfaat tembakau ini. "Jadi kita harus menyadarkan masyarakat, bahwa jangan hanya melihat dari sisi negatifnya saja dan kami juga tidak ingin industri rokok selalu diserang oleh gerakan-gerakan anti rokok tanpa mereka menyadari azas manfaat dan mudaratnya. Diakui memang ada azas mudaratnya bahwa dalam regulasi RUU Pertembakauan ini," jelasnya.
"Kami berpandangan, bahwa ada beberapa hal yang bertolak belakang antara satu dengan yang lain. Satu sisi negara membutuhkan cukai tembakau dan di satu sisi yang lain kita juga berbicara tentang kesehatan," tambahnya.
Lebih lanjut dijelaskan Bambang, satu sisi kita bicara petani yang mengeluh pada Pansus tentang sulitnya bertani tembakau.Di satu sisi juga industri yang diundang Pansus menyampaikan, bahwa apa yang mereka harapkan dari petani tembakau adalah tembakau yang seperti diharapkan.
Sementara, ungkapnya, tembakau Indonesia dalam hal ini semakin hari produksi pertaniannya semakin menurun. Banyak hal yang mengakibatkannya. "Beberapa pihak menyampaikan kurangnya pembinaan dari pemerintah atau gencarnya isu menolak tembakau dan juga banyak hal, misalnya kalau kita sampaikan kepada masyarakat, bahwa tembakau tidak hanya dimanfaatkan oleh rokok," terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Direksi PT. Gudang Garam Susanto Widiatmoko menjelaskan kontribusi cukai dari PT Gudang Garam selama 10 tahun terakhir dan pembelian tembakau lokal dan impor. “Sejak 2008-2009 kondisi produksi kami tinggi, namun tahun-tahun berikutnya pertumbuhannya biasa-biasa saja. Yang perlu kami garisbawahi masuk 2017, kami mengalami penurunan. Pada tahun 2017 kami sudah mengalami perjalanan cukai di industri rokok ini didalam menghadapi situasi pasar dan situasi regulasi yang ada,” paparnya.
Situasi ini, lanjutnya, sudah menjadi alarm bagi PT Gudang Garam Tbk. Oleh karena itu penting bagi perusahaannya bahwa diperlukan suatu situasi dan dukungan dari pemerintah dalam hal ini untuk bisa melindungi industri rokok. “Seperti yang disampaikan Ketua Tim Pansus bahwa kontribusi dari cukai tembakau ini menjadi sàlah satu andalan bagi pemerintah yaitu 10 persen APBN kita dari cukai rokok,” jelasnya lagi.
Kemudian ia menjelaskan, bahwa pembelian tembakau lokal maupun impor tergantung pada pasokan di pasar maupun mutu dan kualitas yang tersedia di pasar.
Direksi PT Gudang Garam Tbk lainnya, Istata Taswin Siddharta menambahkan, bahwa di sini PT Gudang Garam Tbk bukan bermaksud untuk meminta perlindungan pemerintah agar volume produksi berkembang dengan pesat.
“Karena kami menyadari rokok ini barang yang dikendalikan. Jangka panjang untuk kesehatan, volume diharapkan akan turun konsumsi perkapita kami sepenuhnya mengerti. Tapi ada baiknya kalau semua pihak yang berkepentingan juga melihat saat yang tepat untuk menurunkan volume dan strategi-strategi lain agar dari sisi ekonomi juga relatif minimal,” terangnya. (sc)