Aturan Turunan UU Sisdiknas Perlu Disinkronisasi

26-08-2019 / BADAN LEGISLASI
Anggota Baleg DPR RI Endang Maria Astuti dan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi. Foto: Sofyan/sf

 

 

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Endang Maria Astuti menilai, aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), baik Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Menteri (Permen), masih saling bertabrakan, sehingga perlu disinkronisasi. Endang menilai, hingga kini salah satu persoalan dalam pelaksanaan UU Sisdiknas adalah alokasi anggaran pendidikan.

 

Hal itu diungkapkan Endang saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Baleg DPR RI bertemu dengan Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi, jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim, civitas akademika Universitas Mulawarman, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, dan Institut Teknologi Kalimantan, dan stakeholder lainnya di Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, Senin (26/8/2019).

 

“Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini memang masih banyak sekali aturan turunan yang ternyata belum sesuai dengan harapan. Salah satu amanat yang harus dilakukan (dalam UU) adalah anggaran. Anggaran  pendidikan sebesar 20 persen APBN dan APBD itu mestinya di luar gaji tenaga pendidik. Tapi fakta di daerah, ini include (termasuk). Anggaran sebesar 20 persen itu termasuk semuanya,” kata Endang.

 

Hal lain yang ditekankan politisi Partai Golkar itu adalah mengenai jangka waktu wajib belajar. Menurutnya, jika ingin Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia mampu menghadapi tantangan era globalisasi, maka harus wajib belajar 12 tahun. Selain itu, upaya ini harus mengacu pada konvensi internasional. Di sisi lain, permasalahan zonasi dalam penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga mendapat keluhan, baik dari sekolah maupun orang tua calon  murid.

 

“Ternyata sistem zonasi banyak dikeluhkan masyarakat. Ketersediaan sekolah tidak mencukupi untuk menampung semua calon murid Dengan diterapkan sistem zonasi, ternyata tolok ukurnya dari kelurahan. Maka banyak orang pandai yang tidak masuk di sekolah tersebut. Akhirnya harus keluar dari calon sekolah pilihan mereka, dan harus mendaftar ke sekolah swasta. Nah ini yang menjadi keluhan di beberapa provinsi di Indonesia,” imbuh Endang.

 

Untuk itu, Endang menilai, selain revisi pada UU Sisdiknas, juga perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi pada PP maupun Permen, agar tidak saling bertabrakan. Perlu ada koordinasi antar kementerian atau lembaga penyelenggara pendidikan dalam membuat aturan turunan dari UU Sisdiknas. Ke depannya, Baleg DPR RI juga berkoordinasi dengan Komisi X DPR RI, sebagai mitra kerja dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

 

“Ke depannya kita panggil, apakah (melalui) Badan Legislasi, atau Komisi X memanggil semua (mitra kerjanya), itu akan jauh lebih bagus. Artinya harus berkoordinasi, sehingga antara menteri satu dengan menteri yang lainnya ketika membuat peraturan, harus berkoordinasi, jadi tidak aturan yang saling tabrak. Oleh karenanya kemungkinan kita bisa bersinergi dengan Komisi, supaya bisa maksimal kehadiran Pemerintah, dengan didorong dari Baleg,” tutup legislator dapil Jawa Tengah IV itu.

 

Sementara dalam pertemuan terungkap sejumlah permasalahan, baik pada pendidikan tinggi, maupun pendidikan dasar menengah. Wagub Kaltim Hadi Mulyadi menyampaikan, kondisi geografis Kaltim yang sangat luas, sehingga butuh perhatian serius dalam meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Kaltim. Sarana dan prasarana pendidikan di 10 kabupaten kota se-Kaltim juga mendapat perhatian Pemprov Kaltim, karena turut menunjang kegiatan pendidikan. Jika infrastruktur pendidikan tidak baik, tidak ada guru yang mau mengajar di daerah perbatasan.

 

“Anggaran kami sangat terbatas, APBD cuma Rp 12 triliun, tapi kami tetap semangat membangun Kalimantan Timur. Ada beberapa catatan terkait pendidikan, termasuk perpindahan kewenangan pendidikan SMA dan SMK dari kabupaten kota ke provinsi, ini cukup membuat kewalahan dalam prosesnya. Setahun pertama, sedikit ada kekacauan dalam proses administrasi, insentif, dan lain sebagainya. Insentif untuk guru juga sudah kami tingkatkan, sehingga dapat memberikan motivasi kepada para guru,” papar Wagub Kaltim.

 

Sementara perwakilan civitas akademika mengeluhkan mengenai tidak adanya klasterisasi akreditasi, sehingga beberapa perguruan tinggi tidak dapat meraih akreditasi A. Kemudian minimnya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), peran Kopertis yang digantikan LLDIKTI, kurangnya anggaran riset dan penelitian, hingga permasalahan rekrutmen tenaga pendidik maupun pegawai. (sf)

BERITA TERKAIT
Edi Purwanto: Aturan Perserikatan Buruh Belum Rinci, Pekerja Migran Rentan
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Jaringan Buruh Migran (JBM), Konfederasi...
Legislator Dorong RUU Pelindungan Pekerja Migran, Sebagai Tanggung Jawab Negara
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, berharap penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No....
Baleg Susun RUU untuk PMI dengan Keahlian Tertentu
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan bahwa revisi UU tentang Perubahan Ketiga...
DPR Bahas Revisi UU Demi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga...