Aturan Sektor Pendidikan Kerap Berubah
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Diah Pitaloka Foto : Sofyan/mr
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Diah Pitaloka mengkritik aturan pada sektor pendidikan yang kerap berubah. Ia mengakui, pihaknya menerima usulan agar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) direvisi. Namun aturan turunan dari UU ini, baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri ikut berganti, ketika menterinya berganti. Salah satunya adalah anggaran pendidikan yang belum optimal.
“Hal yang perlu kita segera lakukan ketika review undang-undang sudah OK, bagaimana peraturan-peraturan pelaksanaan di bawah undang-undang yang membuat anggaran pendidikan belum bisa optimal untuk kebutuhan siswa didik. Selama ini dana kebutuhan pendidikan akhirnya banyak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan taktis, seperti misalnya pelatihan,” tutur Diah saat mengikuti Kunjungan Kerja Baleg DPR RI ke Kalimantan Timur, Senin (26/8/2019).
Tim Kunker Baleg DPR RI yang dipimpin Anggota Baleg DPR RI Endang Maria Astuti itu bertemu dengan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim, civitas akademika Universitas Mulawarman, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, dan Institut Teknologi Kalimantan, serta stakeholder lainnya di Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda. Kunker ini bertujuan memantau dan meninjau pelaksanaa UU Sisdiknas.
Diah menambahkan, terkait anggaran pendidikan yang diamanatkan sebesar 20 persen APBN dan APBD itu, menjadi pertanyaan ketika daerah tidak sanggup memenuhinya. Pasalnya tidak semua APBD daerah sanggup untuk menggelontorkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Padahal di sisi lain, besaran anggaran ini merupakan amanat UU. “Kalau peraturan itu harus dipenuhi daerah, apakah daerah sanggup benar-benar memenuhi anggaran pendidikan. Kalau memang daerah tidak sanggup, bagimana kebutuhan anggaran pedidikan?” tanya Diah.
Sehingga, menurut politisi PDI-Perjuangan itu, perlu adanya review mendalam pada aturan turunan dari UU Sisdiknas. Sehingga dapat diketahui mengapa anggaran pendidikan selalu kurang. Selama ini Diah melihat, di dalam anggaran pendidikan masih ada komponen gaji tenaga pendidik, pelatihan-pelatihan, dan komponen lainnya, sehingga besaran 20 persen anggaran pendidikan dari APBN dan APBD masih dinilai minim. Selain itu, tambah Diah, sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga masih menyisakan permasalahan.
“Tidak semua daerah ada pendidikan lanjutannya. Misalnya jumlah antara SD dan SMP, lebih banyak SD. Jadi tidak otomatis jumlah semua sekolahnya berbanding lurus. Ini menimbulkan persoalan di daerah. Banyak kebijakan pendidikan perlu adanya sinkronisasi Peraturan Menteri (Permen). Misalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri dengan Mendikbud soal kewenangan daerah dalam bidang pendidikan, dan tidak semua wilayah mencukupi anggaran pendidikan,” analisa legislator dapil Jawa Barat III itu.
Sementara dalam pertemuan terungkap sejumlah permasalahan, baik pada pendidikan tinggi, maupun pendidikan dasar menengah. Perwakilan civitas akademika mengeluhkan mengenai tidak adanya klasterisasi akreditasi perguruan tinggi, sehingga beberapa perguruan tinggi tidak dapat meraih akreditasi A. Kemudian minimnya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), kurangnya anggaran riset dan penelitian, hingga permasalahan rekrutmen tenaga pendidik maupun pegawai. (sf)