Omnibus Law Akan “Membuldoser” 74 Regulasi

27-11-2019 / BADAN LEGISLASI
Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya. Foto : Mentari/mr

 

Program legislasi Omnibus Law yang kini sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kemungkinan besar akan “membuldoser” 74 regulasi setingkat UU. Ini bukan pekerjaan mudah yang dihadapi Baleg, karena butuh kecermatan dan kehati-hatian untuk menghapus atau merevisi semua regulasi yang sudah ada.

 

Demikian mengemuka saat Baleg DPR mengundang pakar hukum tata negara Refly Harun dalam rapat yang membahas Omnibus Law, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya itu, masih mendengarkan masukan para pakar hukum tata negara soal konsep Omnibus Law. “Baleg mengundang beberapa narasumber  untuk menyamakan persepsi terkait rancangan Omnibus Law yang diprogramkan oleh Presiden,” kata Willy.

 

Sementara itu, Refly dalam paparannya menjelaskan, idealnya untuk mengganti UU lama dengan yang baru tentu harus sederajat. Misalnya, UU investasi diganti atau direvisi dengan UU investasi pula. Tapi, kemudian muncul konsep Omnibus Law dari Pemerintah yang melihat di Republik ini terlalu banyak regulasi yang menghambat. “Presiden Jokowi sejak lama memiliki kegelisahan atas terlalu banyaknya UU di Republik ini yang banyak menghambat investasi dan ujungnya muncul ketidakpastian hukum,” ungkap Refly.

 

Ditambahkan Refly, lewat Omnibus Law, Presiden ingin merevisi puluhan UU yang terkait dengan dua isu pokok yang sudah disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya di MPR RI, yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU pemberdayaan UMKM. Semua regulasi yang terlait dengan penciptaan lapangan kerja sudah dikumpulkan. Hasilnya, ada 74 regulasi yang akan dievaluasi secara cermat, mana saja yang masih berlaku dan mana saja yang akan diubah dengan Omnibus Law.

 

“Jadi, satu RUU ini berisi ketentuan yang akan ‘membuldoser’ 74 UU yang terkait dengan isu-isu pokok, seperti perizinan, penataan kewenangan, sanksi, pembinaan dan pengawasan, serta dukungan. Dalam bayangan saya, tidak akan mencabut 74 UU tersebut, karena dalam UU itu ada hal-hal lain yang tidak terkait dengan penciptaan lapngan kerja. Kalau sampai dihapus bisa meniadakan aturan hukum. Perlu kehati-hatian, tidak bisa pakai sapu jagad,” tandas Refly lagi.

 

Artinya, kelak dengan berlakunya UU Omnibus Law ini, maka segala ketentuan yang tidak bertentangan masih berlaku. Untuk itu, ia menyerukan kepada Baleg agar menyebut secara spesifik ketentuan mana saja yang dicabut dan tidak berlaku lagi. Selama ini, sambungnya, kegagalan dalam merancang legislasi adalah kegagalan dalam membuat spesifikasi ketentuan mana yang tidak berlaku lagi. (mh/sf)

BERITA TERKAIT
Edi Purwanto: Aturan Perserikatan Buruh Belum Rinci, Pekerja Migran Rentan
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Jaringan Buruh Migran (JBM), Konfederasi...
Legislator Dorong RUU Pelindungan Pekerja Migran, Sebagai Tanggung Jawab Negara
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, berharap penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No....
Baleg Susun RUU untuk PMI dengan Keahlian Tertentu
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan bahwa revisi UU tentang Perubahan Ketiga...
DPR Bahas Revisi UU Demi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
31-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Irawan, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga...