PPP Usul Perubahan Judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Jadi Tindak Pidana Seksual
Anggota Badan Legislasi DPR RI Syamsurizal, mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) mengusulkan perubahan judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau yang dikenal dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebelumnya, berubah menjadi RUU Tindak Pidana Seksual (TPS). Foto : Geraldi/mr
Anggota Badan Legislasi DPR RI Syamsurizal, mewakili Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) mengusulkan perubahan judul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau yang dikenal dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebelumnya, berubah menjadi RUU Tindak Pidana Seksual (TPS). Usulan tersebut diajukannya dengan pertimbangan agar RUU tersebut dapat mengatur pelanggaran seksual yang tidak hanya memiliki unsur kekerasan, melainkan di dalamnya juga penyimpangan seksual.
“Berdasarkan catatan masukan yang disampaikan di atas sepanjang RUU ini pengaturannya tidak bertentangan dengan norma agama, budaya dan sosial yang ada di masyarakat serta tidak memberikan jalan untuk seks bebas, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT),” ucap Syamsurizal dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI Panja RUU Penghapusan kekerasan Seksual di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12/2021).
Selain itu, lanjut Syamsurizal, judul yang memakai tindak pidana sosial dinilai bisa diselaraskan dengan RUU tindak pidana korupsi sebagai yurisprudensi yang di dalamnya. Hal tersebut menurutnya juga akan mengatur terkait pencegahan, peran masyarakat serta ruang lingkup yang masuk ke dalam dan jenis tindak pidana korupsi. Dalam konsiderans, ungkap Syamsurizal, F-PPP mengingat masukan pada pasal 28J ayat 2 UUD 1945, yaitu perbuatan seksual merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang memiliki nafsu syahwat.
“Oleh sebab itu, disebutkan dalam rangka menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib dan tundhuk kepada pembatasan yang ditetapkan dalam undang undang, dengan maksud semata mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan yang adil. Sehingga, harus sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis,” urai politisi dapil Riau I itu. (hal/sf)