Baleg Sepakat Tindak Pidana Kekerasan Seksual Bertentangan Nilai Ketuhanan dan Kemanusian
Anggota Baleg DPR RI Riezky Aprilia dalam Rapat Panja Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah RUU TPKS. Foto: Geraldi/nvl
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Riezky Aprilia sepakat bahwa Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) bersifat universal. Dirinya meyakini bahwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusian.
“Kami sepakat bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, serta mengganggu keamanan serta ketentraman masyarakat. Karena ini bersifat universal, jadi konsep universal yang akan digunakan,” jelas Riezky dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022)
Dalam rapat yang turut dihadiri oleh pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), politisi Partai PDI-Perjuangan itu menerangkan isu TPKS bisa terjadi oleh siapapun, terlepas dari agama, golongan, dan ras.
Senada dengannya, Anggota Baleg DPR RI Luluk Nur Hamidah menekankan pembahasan RUU TPKS ini telah mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai pihak. Ia mengakui awal dari lahirnya RUU TPKS adalah akibat tingginya kasus TPKS yang dialami oleh perempuan dan anak, namun tidak tertangani dengan adil.
Walaupun begitu, ia menekankan isu TPKS bukan hanya milik perempuan dan anak saja. “Kami tidak mengabaikan bahwa kekerasan seksual ini bisa dialami oleh siapapun, termasuk juga laki-laki,” tandas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Sebagai informasi, proses pembahasan RUU TPKS telah bergulir sejak 2016 dan telah dilakukan percepatan pada 2021. Kemudian, ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat pada April 2021 dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembentukan RUU TPKS (Gugus Tugas) yang dikomandoi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) dan berkeanggotaan perwakilan dari KSP, KPPPA, Kemenkumham, Polri dan Kejaksaan Agung.
Per 18 Januari 2022, dalam sidang paripurna, DPR RI mengesahkan RUU TPKS menjadi hak inisiatif DPR. RUU usulan inisiatif DPR tersebut, kemudian diserahkan kepada presiden untuk diterbitkannya surat presiden (surpres). Sesuai perundang-undangan, presiden memiliki waktu maksimal 60 hari untuk mengirim surpres ke DPR berikut DIM, terhitung sejak RUU TPKS disahkan menjadi hak inisiatif DPR. (ts/sf)