Komisi IX Minta Askes dan Jamsostek Siap Jadi BPJS Kesehatan Dan Ketenagakerjaan
Komisi IX DPR RI meminta PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) mempersiapkan transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan secara sistemik, konsisten dan terpadu.
Permintaan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX Soepriyatno dalam Rapat Dengan Pendapat Umum dengan Dirut PT Askes I Gede Subawa dan Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5)
“Untuk mempersiapkan transformasi tersebut, PT Askes dan PT Jamsostek diharapkan menetapkan manfaat jaminan kesehatan sesuai dengan Pasal 22 UU SJSN, memperluas target cakupan kepersertaan program jaminan sosial khususnya jaminan kesehatan sehingga tercapai universal coverage tahun 2014,” kata Soepriyatno.
Soepriyatno juga meminta kedua perusahaan tersebut memperluas kepersertaan program jaminan kesehatan dan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan, dan membuat proyeksi kebutuhan Sumber Daya Manusia dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Komisi IX DPR RI juga mendorong PT Askes dan PT Jamsostek untuk melakukan pengkajian substansi terkait dengan Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran, Rancangan Perpres Komisaris PT Askes dan PT Jamsostek menjadi Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Ketenakerjaan.
Selain itu Komisi IX DPR RI meminta PT Askes dan PT Jamsostek untuk mempertimbangkan rekruitmen tenaga verifikator independen Jamkesmas.
Agar berkonsentrasi dalam melaksanakan BPJS Kesehatan, PT Askes diminta untuk meleburkan PT Inhealth kembali kepada PT Askes sesuai dengan amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Menjawab permintaan Komisi IX DPR RI, Dirut PT Askes dan PT Jamsostek menyatakan kesiapannya ditransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Dirut PT Askes I Gede Subawa mengaku sudah melakukan berbagai persiapan untuk perubahan status ke badan hukum publik.
"Kami sudah siap ketika PT Askes dibubarkan menjadi BPJS Kesehatan. Seluruh SDM kami tidak ada yang keberatan. Prinsipnya, pembubaran ini tidak ada likuidasi SDM," tegas I Gede Subawa.
Subawa menjelaskan, untuk kesiapan SDM, PT Askes telah melakukan peningkatan kompetensi karyawan karena saat menjadi BPJS Kesehatan, jumlah peserta yang dilayani semakin banyak. Dari sisi psikologis, PT Askes telah memberikan berbagai masukan agar karyawan tidak kaget ketika terjadi perubahan perseroan menjadi badan.
"Di 2014, PT Askes akan bubar namun tanpa likuidasi. Ini yang selalu kami tanamkan ke karyawan Askes agar tidak timbul keresahan. Alhamdulillah seluruh karyawan Askes di semua kantor cabang menyatakan dukungan penuh," terangnya.
Sementara untuk peningkatan layanan, Askes akan menambah sekitar 48 kantor cabang sehingga totalnya menjadi 150 kantor yang akan melayani 140 juta peserta. Di mana 90 juta adalah Jamkesmas, 16,6 juta peserta Askes, dan sisanya dari peserta Jamsostek dan Asabri.
Sedangkan Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga menerangkan bahwa saat ini PT Jamsostek telah menyelesaikan 80% pengalihan aset sebagai BPJS bidang ketenagakerjaan. Untuk pengalihan itu, Jamsostek melibatkan sejumlah pihak seperti BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) sebagai konsultan independen, dan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai konsultan.
Namun terkait kelanjutan program investasi PT Jamsostek bila telah beralih menjadi BPJS ketenagakerjaan, menurut Hotbonar Jamsostek mendapati satu hal yang belum terlalu jelas. yakni, pemerintah belum menetapkan institusi perancang RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) terkait peralihan tersebut.
Hotbonar menginginkan agar dalam peralihan itu, sebaiknya ada semacam proyek percontohan yang dijalankan dan ada masa transisi peralihan dari perseroan menjadi BPJS ketenagakerjaan.
“Sebagai contoh penerapan SJSN secara mikro, sekarang ada sebuah daerah yang pas menjadi contoh ideal yakni Kabupaten Purwakarta. Di sana, untuk iuran sosial peserta, pemerintah akan membayar menggunakan APBD ke Jamsostek. Itu nilainya sekitar Rp 100 miliar,” terang Hotbonar.
Hotbonat menambahkan ada beberapa daerah lain yang sudah menjalankan pola seperti itu, namun belum seperti di Kabupaten Purwakarta. (sc) foto:wy/parle