Regulasi Pengelolaan Sampah yang Efektif Sangat Dibutuhkan
Anggota Baleg DPR RI Desy Ratnasari. Foto: Dok/Man
Badan legislasi (Baleg) DPR RI menyelenggarakan Rapat Panitia Kerja (Panja) membahas Hasil Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Tim Ahli Baleg DPR mengungkapkan pemantauan pelaksanaan UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah menjadi penting untuk mengetahui penyebab pengelolaan sampah di Indonesia yang masih belum berjalan efektif.
Pasalnya, setelah UU berlaku selama 14 tahun, fakta yang terjadi saat ini antara lain; pengelolaan sampah di Indonesia 69 persen berakhir di TPA, 7 persen di daur ulang, 32 persen illegal dumping. Sebagian besar TPA di Indonesia dikelola masih secara open dumping dan TPA kota-kota besar terancam over capacity; bencana longsor di TPA masih terjadi, terakhir Mei 2020 di TPA Cipeucang, Tangerang Selatan, praktik impor sampah semakin marak atau klaim Indonesia sebagai kontribusi sampah laut terbesar kedua setelah China.
Usai mendengarkan penjelaskan dari Tim Ahli Baleg DPR RI, Anggota Baleg DPR RI Desy Ratnasari mengungkapkan pandangannya terhadap UU 18/2008. Menurutnya, partisipasi masyarkat dalam pengelolaan sampah harus ditingkatkan, melalui sosialisasi dan bimbingan pengelolaan sampah.
“TA menyampaikan rendahnya partisipasi masyarakat dalam memilah dan memilih sampah, untuk itu penting direkomendasikan metode sosialisasi untuk memberikan dampak perubahan masyarakat. Mungkin diikuti dengan penegakan hukum agar UU pengelolaan sampah dapat berjalan efektif,” katanya di Ruang Baleg DPR, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2).
Selain mengatur partisipasi masyarakat, menurut Desy, revisi UU 18/2008 juga perlu mengatur pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh produsen. “Ini harus diintegrasikan antara produsen, masyarakat dan tempat pengelolaan sampah. Produsen tidak sekedar memproduksi besar-besar tetapi tidak tanggung jawab dengan sampah plastik yang mereka hasilkan,” katanya.
Yang tak kalah penting, menurut Desy adalah perlu adanya leading sektor dalam mengurus sampah. Pengelolaan sampah dari hulu hingga ke hilir dengan melibatkan kolaborasi multi pemangku terkait sesuai peran dan tanggung jawab masing-masing perlu diterapkan. “Ini juga penting, karena berbagi tanggung jawab membuat kebijakan pengelolaan sampah menjadi tidak implementatif, koordinasi itu mahal di Indonesia, jadi ini perlu ditetapkan leading sektornya,” katanya.
Senada, Anggota Baleg DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan sampah yang dikelola dengan efektif mengancam ekosistem secara serius, salah satunya menghancurkan perairan di Indonesia karena sampah yang tertimbun dibuang ke laut. “Dampak sampah yang ada di laut menyebabkan nelayan mengalami kemiskinan, sumber kehidupan ikan sudah pasti hancur. Ini terlihat bertapa urgensi revisi UU ini,” ungkapnya.
Terakhir, Luluk mengatakan pengelolaan sampah hampir di seluruh pemerintah daerah bukan merupakan urusan wajib sehingga tidak ada prioritas pendanaan. Skema pendanaan hanya mengandalkan APBN/APBD ini juga perlu menjadi perhatian. (rnm/aha)