Pro-Kontra Revisi RUU Advokat
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali mengundang dan meminta masukan sejumlah organisasi advokat yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan rencana DPR RI melakukan revisi terhadap Undang-undang no. 18 tahun 2003 tentang advokat.
Revisi Undang-undang Advokat ini menurut Achmad Dimyati Natakusumah, menjadi salah satu dari 70 target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Hal ini menurut Dimyati menjadi salah satu jalan mengatasi konflik advokat. Melihat pentingnya hal tersebut Senin (25/3) Baleg mengundang delapan asosiasi advokat yang ada di Indonesia yaitu IKADIN, HAPI, AAI, AKHI, HKHPM,IPHI, SPI, dan KAI setelah sebelumnya meminta masukan dari beberapa ahli hukum.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) ini sempat terjadi pro dan kontra terhadap rencana DPR RI merevisi Undang-undang advokat ini. Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang diketuai oleh Indra Sahnun Lubis dan beberapa organisasi advokat lainnya mendukung rencana DPR melakukan revisi terhadap Undang-undang tersebut.
“Kami mendukung DPR RI untuk merevisi Undang-undang no. 18 tahun 2003 tentang advokat terutama pasal 28 yang menyatakan organisasi advokat terbentuk harus dengan munas atau kongres advokat, bukan munas organisasi advokat,”jelas Indra.
Ditambahkannya, selain itu pihaknya meminta DPR untuk memanggil MA berkaitan dengan surat edaran MA yang menyatakan bahwa setiap advokat melakukan sumpah dibawah organisasi PERADI (persatuan advokat Indonesia). Padahal dalam pasal 4 jelas menyatakan bahwa sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya dan berjanji denga bersungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Salinan dari berita sumpah tersebut baru dikirimkan ke Mahkamah Agung, Menteri dan Organisasi Advokat.
“Disini jelas-jelas Mahkamah Agung telah melanggar pasal 4 tersebut dengan memberikan surat edaran bahwa setiap advokat harus melakukan sumpah melalui PERADI. Hal ini yang akhirnya menimbulkan perkelahian di kalangan advokat. Untuk itu kami mendukung DPR untuk merevisi Undang-undang tersebut agar benar-benar jelas mengenai sumpah advokat ini. Dengan begitu Undang-undang tersebut sekaligus membatalkan surat edaran MA,”ungkapnya.
Sementara itu pihak yang menentang rencana revisi Undang-undang tersebut, yakni IKADIN dan AAI menyatakan bahwa draft revisi Undang-undang No. 18 tahun 2003 yang tengah digodok di Baleg DPR RI itu sangat merendahkan profesi advokat.
“Organisasi advokat awalnya dibawah Kehakiman sekarang Kementerian Hukum dan HAM. Dalam menjalankan profesi kami, kami tidak menggunakan uang negara. Padahal kami juga membayar pajak untuk negara. Janganlah kami direndahkan lagi dengan menyebut advokat sebagai mitra penegak hukum. Namanya mitra itu kan hanya sebagai pelengkap saja,”jelas Elsya Syarief dari HAPI.
Elsya menduga rencana revisi ini hanyalah ambisi atau keinginan dari seorang yang ingin menjadi Ketua Umum dari organisasi advokat secara keseluruhan. Namun jika hal tersebut terpaksa dibuat, ia minta agar ketua umum dan sekjen dari organisasi persatuan advokat tersebut harus non aktif dari kegiatan advokatnya. Dengan kata lain ketua umum dan sekjen organisasi tersebut harus mengurusi organisasi persatuan advokat tersebut secara penuh.
Menanggapi hal tersebut Pimpinan Rapat, Dimyati mengatakan bahwa perbedaan di era demokrasi ini adalah hal yang wajar. Namun yang terpenting dari semua itu adalah semangat untuk memperbaiki sistem keadvokatan di Indonesia.
“Namanya demokrasi, pro dan kontra adalah hal yang wajar. Tapi tentunya kami berharap revisi undang-undang ini bisa menjadi solusi yang menaungi semua pihak,”tegas Dimyati.(Ayu) foto:ry/parle