Kekerasan Tidak Timbul Dengan Sendirinya
Hampir dua tahun belakangan ini, kekerasan pada anak-anak cenderung meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Dan yang cukup menyakitkan adalah kekerasan itu terkadang dilakukan oleh orang terdekat dengan anak itu.
“Ibu membunuh anak, bapak membunuh anak, bapak memperkosa anak. Naujubillah, ini memang luar biasa sangat dahsyat, sungguh sangat memilukan dan menyakitkan. Orang yang seharusnya menjadi pelindung anak tapi justru mereka yang mengoyak-ngoyak kebahagiaan dan masa depan anak dengan berbagai macam caranya,” papar Wakil Ketua Komisi VIII Jajuli Juwaini kepada Parlementaria.
Menurut politisi PKS ini, masalah kekerasan pada anak merupakan persoalan yang sangat serius dan harus menjadi perhatian seluruh stake holder di negeri ini. Baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Baik itu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Kita harus urai dan cari penyebabnya secara bersama-sama. Saya tidak suka saling menyalahkan masalah ini. Harus kita lihat dari berbagai aspek, apakah ini karena kemiskinan, kemiskinan yang menimbulkan harmonisasi keluarga terganggu. Harmonisasi keluarga yang terganggu mengakibatkan orang mengambil jalan pintas,” terang Jajuli.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, kata Jajuli, kita perlu mengurai untuk mencari benang merah persoalan, kemudian menyimpulkan dan menangani persoalan ini dalam waktu yang cepat. Dan, hal-hal yang berkaitan dengan hukum, ini harus jelas, tegas dan adil. “Tidak boleh hukumnya milih-milih,” imbuh Jajuli.
Secara undang-undang yaitu UU tentang Perlindungan Anak, sebenarnya sudah cukup bagus. Dimana semua orang yang melakukan kekerasan pada anak akan terjerat dengan UU ini.
Dari segi sanksi sendiri, sudah cukup bagus dan memadai. Dan kalaupun ada kekurangan-kekurangan dapat kita lihat, kata anggota dewan dari Daerah Pemilihan Banten.
“Tapi saya kira untuk melenyapkan persoalan itu tidak semata-mata dari sanksi, kita harus bangun dari sisi-sisi lainnya. Apakah ini faktor broken dalam rumah tangga, faktor ekonomi. Karena biasanya orang yang emosinya memuncak ketika beban berat tapi solusi tidak ada,” katanya.
Jajuli mencontohkan, seorang ibu ngamuk, karena anaknya banyak, suaminya tidak bertanggung jawab, sudah tidak punya penghasilan tapi dia kawin lagi. Namun salahnya ibu tersebut melampiaskannya pada anak. Seharusnya anak tidak boleh menjadi sasaran atau menjadi korban.
Jajuli meminta, budaya timur yang sudah ditanamkan oleh kakek nenek moyang kita sejak dulu kala harus dibangkitkan kembali tentang kesetiakawanan sosial, tentang kepedulian sosial. Karena menurutnya, saat ini orang cenderung mulai individualis, karena kadang-kadang juga terbangun opininya oleh HAM. “Ngapain sih kita ikut campur urusan orang, inikan hak asasi, oleh sebab itu kita harus membedakan antara hak asasi dan menyelamatkan generasi,” jelasnya ketika ditanya bagaimana seharusnya peran lingkungan sekitar seperti tetangga kita.
“Ketika orang ada persoalan dalam rumah tangga, tentu kita tidak ikut-ikut. Tetapi ketika ada kekerasan, wajib tetangganya melindungi. Tidak perlu minta perlindungan dulu. Inilah pentingnya keakraban dalam bertetangga, warga dan lingkungan, perlu dibangun,” terang Jajuli.
Ketua RT/RW harus lebih sensitif pada lingkungannya saat ini. Agar hal seperti ini yang terjadi di lingkungan ke RT-an atau ke RW-annya dapat terdeteksi .
Jajuli menyatakan, kekerasan itu tidak timbul dengan sendirinya, tapi ada mata rantai yang menyebabkan kekerasan. Mata rantai inilah yang harus kita deteksi dengan cepat.
Banyak persoalan yang menyebabkan kekerasan pada anak, antara lain pendidikan, ekonomi, kepedulian sosial, kerendahan pemahanan tentang membangun keluarga, kerendahan pemahaman tanggung jawab terhadap anak, persoalan sosial kemasyarakatan, ada persoalan hukum dan seterusnya.
Dirinya yakin, pemerintah sudah bekerja keras. Dan itu, menurutnya harus kita apresiasi. Tetapi kalau masih ada persoalan yang muncul dalam masalah ini, berarti masih harus ditingkatkan peran pemerintah.
Dari jumlah anak di Indonesia saat ini dibanding dengan anak yang mengalami kekerasan, memang kekerasan itu tidak seberapa. Namun Jajuli menyatakan kekarasan itu jangankan ratusan, satu saja jangan terjadi di republik ini.
“Saya prihtain adanya kekerasan pada anak yang merupakan generasi kita yang akan datang dan harus dilindungi oleh kita mulai dari lingkungan keluarga, tetangga, pendidikan, dan seterusnya, lingkungan bermain, malah mereka menjadi korban kekerasan seperti ini,” kata Jajuli.
“Namun saya yakin ketika pemerintah serius mengatasi persoalan ini dan semua pihak yang terkait serius, saya yakin semua itu bisa diselesaikan dengan baik. Insyaallah”, tambah Jajuli. (sc), foto : nt/parle/hr.